Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Soegijapranata Catholic University (SCU) menjalin kerja sama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Sagu Universitas Hasanuddin (UNHAS). Kerja sama tersebut dituangkan dalam Memorandum of Understanding (MoU) yang ditandatangani Kepala LPPM SCU Dr. Y. Trihoni Nalesti Dewi dan Ketua Pusat Penelitian dan Pengembangan Sagu UNHAS Prof. Dorothea Agnes Rampisela.
MoU tersebut ditandatangani bersamaan dengan penyelenggaraan Diskusi Publik “Agro-Forestry Sagu dalam Tradisi Pangan” oleh kedua belah pihak secara daring pada Senin, 14 Juli 2025. Sejalan dengan tema diskusi, adapun fokus kerja sama yaitu pengembangan program penelitian dan pengabdian masyarakat, khususnya dalam mendalami potensi sagu sebagai alternatif pangan berkelanjutan.
Membuka Peluang Riset Baru untuk Pangan Lokal Strategis
Dr. Trihoni menilai jalinan kerja sama ini memperkuat komitmen pihaknya dalam pengembangan riset tentang sagu di berbagai wilayah, termasuk di Indonesia Timur. “Beberapa penelitian kami memang berfokus pada Indonesia Timur. Maka ini semakin memantapkan hati kami untuk tidak meninggalkan Indonesia Timur,” ujarnya dalam sambutan.
Sejalan dengan itu, Wakil Rektor Bidang Inovasi, Riset, dan Publikasi SCU, Robertus Setiawan Aji Nugroho, PhD, menyambut baik adanya kerja sama ini. Menurutnya, MoU ini membuka peluang eksplorasi pangan lokal yang selama ini kurang dikenal di Pulau Jawa. “Bagi sebagian dari kami, sagu adalah hal baru. Tapi justru karena itu menjadi menarik untuk diteliti bersama. Sagu mungkin dianggap alternatif di Pulau Jawa, tapi di wilayah lain justru merupakan makanan pokok. Ini membuka perspektif baru,” ujarnya.
Dalam kesempatan ini, Prof Agnes turut mengapresiasi riset SCU yang menemukan tanaman ini tumbuh di sekitar wilayah Limbangan, Jawa Tengah. Padahal menurutnya, sagu biasa ditemukan di wilayah Timur Indonesia. “Penemuan ini membuka peluang riset baru sekaligus menunjukkan bahwa kekayaan hayati Indonesia belum seluruhnya terpetakan secara menyeluruh. Penemuan luar biasa dari SCU karena seluruh peneliti sagu belum pernah berbicara tentang adanya sagu di Jawa Tengah,” pungkasnya.
Potensi Ekologis Tanaman Sagu
Prof. Agnes menjelaskan bahwa sagu memiliki nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. “Kami menyebutnya tanggul pangan, karena sagu tak hanya menyediakan bahan pangan, tapi juga mampu menahan bencana seperti tsunami,” jelasnya. Menurutnya, sagu adalah kekayaan alam yang tersembunyi di kawasan timur Indonesia.
Sagu menurut keterangannya dapat beradaptasi terhadap perubahan iklim ekstrem, dibuktikan dengan kemampuannya tumbuh di daerah tergenang dan berkadar garam tinggi. Di sisi lain, sagu tumbuh menjadi hutan berkanopi berlapis sebagai tutupan hutan yang berkontribusi terhadap iklim. “Sagu adalah satu-satunya tanaman pangan yang tumbuh di hutan, tapi menghasilkan lebih banyak pati daripada padi. Inilah harta tersembunyi dari timur Indonesia,” jelas Prof Agnes. (Humas SCU/Tisha)