Pages

Pelayan yang Rendah Hati

image
Oleh:  Aloys Budi Purnomo

Bangsa In­donesia secara ke­seluruhan bersyukur karena Paus Fransiskus te­lah menunjuk dan mengangkat Mgr Igna­tius Suharyo menjadi Kardinal (Minggu, 1 September 2019). Dalam tradisi Gereja Katolik, seorang Kardinal ada­lah pribadi yang is­timewa sebab terpilih dalam kolegialitas pe­layanan umat dan ma­syarakat yang berada dalam lingkaran Paus sebagai pemimpin ter­tinggi Gereja Katolik sedunia. Pelayanan se­orang Kardinal tak ha­nya sebatas teritorial keuskupannya, melain­kan seluas dunia sepan­jang masa bersama para Kardinal yang tersebar di seluruh bumi ini.

Hingga usia 80 tahun, seorang Kardinal memi­liki hak dan kewajiban untuk memilih dan di­pilih sebagai Paus pada saat Gereja Katolik se­dang berada dalam dispo­sisi sede vacante, tahta ko­song tiadanya Paus. Itulah yang terjadi dalam proses konklaf, yakni sidang para Kardinal untuk memilih Paus yang baru.

Dalam konteks disposisi pentingnya pelayanan se­bagai Kardinal, maka, tidak berlebihan bila kita bangga, bersyukur dan bergembira bahwa Mgr Ignatius Su­haryo yang saat ini melayani sebagai Uskup Agung Jakarta diangkat menjadi Kardinal. Tidak semua negara memi­liki seorang Kardinal. Negara Kesatuan Republik Indone­sia menjadi salah satu negara yang terberkati dalam sejarah bangsa karena memiliki Kar­dinal.

Dalam perjalanan sejarah bangsa, kita sudah memiliki tiga orang Kardinal: mendiang Justinus Kardinal Darmaju­wono (wafat 3 Februari 1994) yang diangkat menjadi Kardi­nal oleh Paus Paulus VI pada Konsistori tanggal 26 Juni 1967. Sesudah itu, pada tanggal 26 November 1994, Paus Yoh Pau­lus II mengangkat Mgr Julius Riyadi Darmaat­madja sebagai Kardi­nal.

Uskup Agung Semarang yang ke­mudian hari dipindah ke Keuskupan Agung Jakarta tersebut me­layani sebagai Kardinal hingga saat ini. Di masa pensiun sebagai Uskup Agung Jakarta, Julius memilih tinggal di Novisiat Girisonta, Jawa Te­ngah. Pada tanggal 26 Novem­ber 2019 mendatang, Julius Kardinal Darmaatmadja akan merayakan Pesta Perak pelay­anannya sebagai Kardinal ke­dua Indonesia.

Kini, sebagai bangsa, rak­yat boleh bangga bahwa Paus Fransiskus mengangkat Mgr Ignatius Suharyo yang sebe­lumnya juga menjadi Uskup Agung Semarang. Kini, Mgr Suharyo juga sebagai Uskup Agung Jakarta menggantikan jabatan pelayanan Julius Kar­dinal Darmaatmadja.

Dengan demikian, kini In­donesia memiliki dua Kardi­nal. Ini sesuatu yang istimewa bagi bangsa. Memang, dari segi usia, Julius Kardinal Darmaat­madja sudah tidak bisa dipi­lih sebagai Paus. Namun, ke­mungkinan itu masih terbuka lebar bagi Bapak Kardinal Su­haryo pada saat terjadi Konklaf di masa men­datang.

Romo Ignatius Kardinal Su­haryo dike­nal sebagai sosok imam dan uskup yang rendah hati, lembut, namun tegas dalam prin­sip kebena­ran, keadilan, dan keutuhan ciptaan serta l i ngkungan hidup. Se­tiap perkata­annya teduh tersampaikan dan terde­ngar menjadi peneguh.

Saat ditah­biskan men­jadi Uskup Agung Sema­rang, 22 Agus­tus 1997, Mgr Ignatius Su­haryo memilih motto: Serviens Domino cum Omni Humili­tate (Melayani Tuhan dengan segala kerenda­han hati). Secara disruptif, Mgr Suharyo memilih “caping gunung” yang biasa dipakai para petani dan para gem­bala desa saat menggiring ter­nak mereka. Dia sosok pribadi yang dekat dengan orang kecil dan alam semesta.

Tentu saja, lebih dari segala simbol yang dipilihnya, Mgr Ig­natius Suharyo memang selalu hadir sebagai gembala yang rendah hati dan melayani de­ngan segala kemurahan hati, meski pelayanannya tidak mu­rahan. Dalam tata penggem­balaanya, beliau menempat­kan kerendahan hati melalui pelayanan partifisipatif yang melibatkan umat. Prinsipnya, tidak mempersulit yang mu­dah, dan mempermudah yang sulit demi keselamatan jiwa-ji­wa dan keutuhan ciptaan serta lingkungan hidup.

Tanpa Diskriminasi

Pelayanan dalam keren­dahan hati dan sikap murah hati dibangun melalui jejaring dengan semua orang tanpa diskriminasi dalam corak par­tisipatif, transformatif, dan memberdayakan. Semangat pastoral yang dikembang­kan adalah pola pelayanan yang mencerdaskan, melibat­kan perempuan dan laki-laki, memberdayakan paguyuban-paguyuban pengharapan, me­majukan kerja sama dengan semua orang dan melestarikan keutuhan ciptaan.

Beliau selalu mengajak se­mua saja untuk mampu mem­baca dan menanggapi tanda-tanda zaman dengan sikap yang kredibel, transparan dan akuntabel. Sisi-sisi manusiawi kehidupan diangkat dengan kegembiraan mengembangkan semangat berbagi sesudah rela diambil, dipecah, dan diberkati oleh kasih Ilahi.

Pada tanggal 2 Januari 2006, Paus Yohanes Paulus II mengangkat Mgr Ignatius Su­haryo sebagai Uskup TNI-Polri, menggantikan Julius Kardi­nal Darmaatmadja. Sebagai pribadi yang lemah lembut dan rendah hati, Mgr Suharyo mengemban tugas pelayanan sebagai Uskup Militer meng­ubah citra aparat yang sering dicap represif-militeristik men­jadi pelayan dan pengayom masyarakat yang penuh kasih, lemah lembut, dan rendah hati.

Selamat mengemban tugas sebagai Kardinal bagi bangsa dan Gereja Indonesia yang mewu­judkan peradaban kasih bagi masyarakat sejahtera, bermarta­bat dan beriman, apa pun agama dan kepercayaannya.

Aloys Budi PurnomoMahasiswa Program Doktor Ilmu Lingkungan Unika Soegijapranata

http://www.koran-jakarta.com/pelayan-yang-rendah-hati/

Tag

Facebook
Twitter
LinkedIn
Email
WhatsApp