Untuk memberikan edukasi kepada masyarakat terutama kalangan mahasiswa terkait toleransi bernegara yang menciptakan perdamaian, Pusat Studi Urban (PSU) dan Pusat Studi Asia Tenggara Unika Soegijapranata mengadakan acara diskusi dan pemutaran film ”Beta Mau Jumpa” di ruang Teater Gedung Thomas Aquinas, Jumat (28/2). Hal itu diungkapkan Ketua PSU Unika, Dr Trihoni Nalesti Dewi yang hadir sebagai narasumber pematik diskusi. Narasumber lainnya yaitu Adrianus Bintang MA (Pusat Studi Asia Tenggara Unika) dan Weslly Johannes (Aktivis Paparisa Ambon Bergerak).
Trihoni menambahkan edukasi melalui film tersebut penting agar masyarakat tahu terkait bagaimana membina simpul-simpul perdamaian terutama di daerah-daerah pascakonflik. Sehingga dapat membangun kembali kota yang inklusif dan toleran. Seperti dicontohkan dalam film yang menceritakan keadaan pascakonflik di Ambon pada 1999-2002. Di dalamnya ada pokok bahasan terkait toleransi beragama, toleransi etnis, dan toleransi dalam bentuk lain.
Konsep Hidup
”Ambon adalah daerah yang tenteram dan damai, konflik yang terjadi telah memporakporandakan dan mencabik kerukunan beragama yang sudah berlangsung ratusan tahun,” kata Trihoni. ”Pela gandong yang menggambarkan nilainilai hidup persaudaraan di antara orang Maluku, mengandung konsep hidup. Budaya tutur seperti hidup orang basudara, potong di kuku rasa di daging, sagu salempeng di pata dua adalah sebagai contoh yang belum terdokumentasi. Hal ini penting untuk dijadikan simpul-simpul yang bisa mempersatukan dan membangun perdamaian di Kota Ambon,” lanjutnya. Menurut Trihoni, membangun perdamaian dan toleransi itu harus diciptakan secara berkesinambungan dan berkelanjutan. ”Tidak bisa sebuah upaya instan saja tetapi harus dibina terus menerus, karena masyarakat ini meskipun mempunyai nilai-nilai persaudaraan tetapi kerentanan- kerentanan masih tetap ada,” tegasnya.
Sementara itu, Weslly Johannes mengungkapkan sebagai generasi muda harus punya imajinasi tentang masa depan Ambon yang damai. Dengan begitu diharapkan muncul kekuatan untuk mewujudkan banyak hal.Terutama secara pribadi dengan menjalin persahabatan dengan siapa pun. Dalam diskusi usai pemutaran film itu, Adrianus Bintang lebih banyak menyoroti faktor adat untuk membantu proses rekonsiliasi perdamaian di tataran akar rumput. Sebab dia melihat anak-anak muda sekarang ini tidak mengalami konflik dan mengetahui tentang konflik dari generasi sebelumnya.
►https://www.suaramerdeka.com/arsip/219961-edukasikan-perdamaian-melalui-diskusi-film, Suara Merdeka, 2 Maret 2020 hal. 17
berita terkait:
https://www.suaramerdeka.com/news/nasional/220022-mengedukasikan-perdamaian-melalui-diskusi-film