Program Magister Hukum Kesehatan (MHKes) Soegijapranata Catholic University (SCU) bersama Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia (MHKI) Wilayah Jawa Tengah merespons kebijakan efisiensi anggaran kesehatan yang tengah ramai diperbincangkan.
Respons tersebut ditunjukkan dalam Diskusi Daring Magister Hukum Kesehatan. Forum ini diselenggarakan MHKes SCU bersama MHK Jateng pada Kamis, 13 Maret 2025 secara hybrid di Gedung Thomas Aquinas, Kampus 1 SCU Bendan. Adapun tema yang diangkat yaitu “Efisiensi Anggaran Kesehatan 2025: Antara Penghematan dan Ancaman Terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan.”
Total ada 131 peserta dari kalangan mahasiswa, akademisi, serta praktisi hukum dari berbagai perguruan tinggi maupun anggota MHKI yang mengikuti diskusi tersebut.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang dr. M. Abdul Hakam, Sp.PD, PKBI/DPW MHKI Jateng Slamet Riyadi, MH, dan Anggota Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Jateng dr. Daniel Budi Wibowo, MKes turut menyampaikan pandangan mereka dalam forum ini.
“Topik tentang efisiensi sedang hangat dibicarakan dan menjadi perhatian masyarakat. Dari sisi pelayanan Kesehatan akan sangat berpengaruh, karena menyangkut hak konstitusional seluruh warga negara,” ujar Kaprodi MHKes SCU Dr. Endang Wahyati. Menurutnya, hal tersebut sejalan dengan Pasal 28 H ayat (1) & Pasal 34 ayat (3) UUD’45 serta Pasal 4 ayat (1) UU No. 17 tahun 2023)
Dr. Endang menyoroti efisiensi anggaran tidak bisa dilepaskan pengaruhnya terhadap kualitas layanan kesehatan. “Pastinya memberikan risiko terhadap turunnya mutu layanan kesehatan, bahkan hak atas pelayanan kesehatan secara umum,” tandasnya.
Ia pun memberikan beberapa contoh, seperti pencabutan kepesertaan BPJS Kesehatan bagi Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan pengurangan pembelian vaksin oleh pemerintah.
“Ini kan artinya masyarakat harus membayar sendiri. Dari sisi hukum jelas ini pelanggaran hak atas kesehatan bagi warga negara, sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi dan UU Kesehatan,” tegasnya.
Dalam perspektif hukum kesehatan, pihaknya menilai adanya potensi terhadap gugatan pertanggungjawaban pemerintah. “Karena pemerintah telah melanggar kewajiban publiknya, yaitu memenuhi hak atas kesehatan masyarakat,” lanjut Dr. Endang.
Lebih lanjut, pihaknya pun berharap diskusi ini menjadi masukan bagi pemerintah gara mempertimbangkan kembali kebijakan tersebut. Ia juga ikut menegaskan kepada masyarakat sebagai warga negara untuk lebih mengerti mengenai hak dan kewajiban di bidang kesehatan.
“Baik mahasiswa maupun masyarakat dapat lebih memahami dalam implikasi kebijakan ini dan pengaruhnya terhadap hak konstitusional warga negara dalam bidang kesehatan. Menekankan kembali tentang adanya gap antara yang tertulis dalam UU dengan praktik yang ada di lapangan,” tutupnya.