Klinik Pratama Ibu Teresa Soegijapranata Catholic University (SCU) bersama Rumah Sakit (RS) Mata JEC-Candi Pamularsih, Semarang menyelenggarakan Seminar Kesehatan Mata di Theater Thomas Aquinas, Kampus 1 SCU Bendan pada Rabu, 21 Mei 2025. Rangkaian kegiatan ini mengundang antusiasme lebih dari 100 peserta dari kalangan sivitas akademika SCU, yaitu dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa.
Selain seminar, para peserta juga mengikuti pemeriksaan mata, yaitu: refraksi mata meliputi ukuran mata dan tekanan bola mata untuk mengetahui indikasi myopia (rabun jauh), hyperopia (rabun dekat), dan astigmatisme (mata silinder), serta; eye check meliputi pemeriksaan saraf mata, katarak, dan glukoma melalui foto retina.
Penyakit Dry Eye atau Mata Kering
Menghadirkan Dokter Spesialis Mata dr. Marisa Rachim, SpM, penyakit dry eye menjadi topik yang dibahas dalam seminar ini. Menurut keterangan Koordinator Pelayanan Klinik Pratama Ibu Teresa dr. Fransisca Mellanie Suhendro, penyakit ini bisa disebabkan karena: screen time yang tinggi akibat terlalu lama melihat layar komputer, laptop, maupun smartphone; lamanya paparan sinar matahari terhadap mata; hingga banyak beraktivitas di ruangan ber-AC. “Jadi bukan hanya radiasi dari menatap layar atau terkena sinar matahari, tapi suhu juga berpengaruh,” lanjut dr. Mellanie.
Ia menjelaskan keluhan paling ringan yang bisa dirasakan oleh penderita dry eye adalah mata yang berkedip-kedip atau biasa disebut ‘kelilipan.’ Bukan disebabkan oleh benda asing yang tersangkut pada mata, melainkan karena mata yang kering. Keluhan ringan ini seringkali diabaikan oleh penderita, yang kemudian efeknya bisa memberikan sensasi ‘terbakar’ atau ‘panas’ pada mata.
“Jadi awalnya kita sering kali tidak sadar, sehingga ketika sudah diperiksa sudah mulai infeksi dan parah. Sangat disayangkan, makanya kami berupaya mengedukasi hal tersebut,” tambah dr. Mellanie.
Edukasi untuk Pencegahan
Maka dari itu, ia menilai pentingnya edukasi tentang dry eye diberikan kepada sivitas akademika. Menurutnya, topik ini relevan dengan proses akademik di kampus yang saat ini banyak bersinggungan dengan digitalisasi. Hal ini tentunya menyebabkan potensi screen time di kalangan sivitas akademika menjadi meningkat. “Sekarang semuanya bisa kita lihat serba online, maka kami terpikir untuk mengangkat topik ini,” tegasnya.
Ia pun mengajak para sivitas akademika untuk menerapkan langkah preventif yang bisa dilakukan untuk mencegah dry eye. Beberapa di antaranya seperti menggunakan kacamata saat berada di luar ruangan dengan kondisi sinar matahari terik dan mengatur waktu istirahat dalam menggunakan mata.
Adapun waktu yang direkomendasikan yaitu membatasi melihat dekat selama 20 menit, kemudian melihat jauh atau berkedip selama 20 detik. “Tujuannya untuk menjaga kelembapan mata,” tutup dr. Mellanie.