Logo Soegijapranata Catholic University (SCU) White
Search...
Close this search box.

Golgota dan Ekoteologi Semesta

Oleh: Aloys Budi Purnomo Pr., Doktor Ilmu Lingkungan Unika Soegijapranata Semarang

Tahun 2022 menjadi tahun ketiga bagi umat kristiani dalam mengenangkan wafat Isa Al-Masili di kalvari dalam suasana pandemi. Syukurlah pandemi Covid-19 sudah melandai. Aktivitas keagamaan, sosial, ekonomi, budaya, dan pendidikan berangsur normal seraca baru dengan kewaspadaan menjaga protokol kesehatan.

Masker tetap wajib dikenakan saat kita dalam kebersamaan dan krumunan yang tak terhindarkan faktanya, dengan memakai masker,  mengurangi aktivitas massal, menjaga jarak, dan pembatasan sosial, pandemi bisa diatasi. Saling menjaga kehidupan pun dihayati dan dihadirkan.

Dalam perspektif iman Katolik. Isa Al-Masih (Yesus Kristus) yang wafat-Nya dikenangkan di negeri ini sebagai hari libur nasional, telah menebus umat manusia dan menebus seluruh alam semesta. Penebusan Nya melalui korban dan kurban sampai mengalami situasi yang paling menyakitkan dan mengerikan di Kalvari, sebutan lain untuk Golgota. Korban dan kurban-Nya di Golgota tak akan pernah sia-sia, juga bagi manusia dan alam semesta. Bagaimana relevansi antara Golgota dan ekoteologi alam semesta?

Fakta Golgota
Secara historis, bahwa Yesus disalibkan di Golgota berada dalam konteks kolonialisme Romawi atas bangsa Yahudi kala itu. Sebagaimana dijelaskan Albert Nollan OP dalam Jesus before Christianity (1980), pada zaman Yesus, terdapat dua macam pengadilan. Pertama, pengadilan Sanhedria di bawah otoritas Yahudi. Pengadilan ini dipimpin oleh seorang imam besar dan tujuh puluh anggota, yaknl imam-imam kepala. para tetua, dan ahli kitab Yahudi. Kedua, pengadilan Romawi sebagai penjajah bangsa Yahudi kala itu. Pengadilan tersebut dipimpin oleh Pontius Pilatus sebagai gubernur atau wali negeri.

Faktanya, yang menjatuhi hukuman mati dengan cara penyaliban adalah pengadilan Romawi di bawah kendali Pilatus. Namun, pengadilan Romawi ini dilaksanakan atas rekomendasi provokatif hasil putusan pengadilan Sanhedrin.

Dalam perspektil pengadilan Sanhedrin. penyebab pengadilan terhadap Yesus adalah pernyataan Yesus sebagai Al-Masih (Mesias). Dalam konteks Yahudi, Mesias adalah “ratu adil” bagi orang-orang Yahudi. Itulah sebabnya, kepada Yesus, saat mengadili-Nya. Pilatus bertanya, ‘Apakah Engkau raja orang Yahudi?” Meski Yesus menjawab. “Akulah raja, namun keraiaan-Ku tidak berasal dari dunia ini,” dan sebetulnya Pilatus tidak menemukan kesalahan apapun atas Yesus, namun Jesus tetap dijatuhi hukuman oleh Pilatus dengan menyerahkan-Nya untuk disalibkan oleh Sanhedrin dengan eksekutor para serdadu Romawi.

Alas alasan itulah, Pilatus meminta aagar tulisan “INRI” (Yesus, Nazarenas Rex Judaeorum – Yesus orang Nazaret, Raja orang-orang Yahudi) dipasang pada kavu salib, tempat Yesus dieksekusi. Hukuman dengan cara penyaliban merupakan hukuman sesuai pengadilan Romawi. Biasanya cara tersebut dipergurnakan untuk mengeksekusi para penjahat dan pemberontak politik. Salib menjadi stigma buruk yang berefek jera bagi siapa saja agar tidak melakukan pemberontakan terhadap penjajah Romawi.

Pilatus adalah gubernur Rornawi yang bengis dan kejam sadis. Menurut Philo seorang filsuf Yahudi pada zaman itu (dalam Legatio ad Gaium, 299-305), Pilatus adalah pemimpin yang kaku, semaunya sendiri, keras, penerima suap, tirani, merampok rakyat. hoby memfitnah, dan membunuh siapa saja yang melawannya tanpa proses pengadilan.

Meski Yesus tidak pernah melakukan kejahatan politik, namun, karena hasutan Sanhedrin, Pilatus menjatuhkan hukuman salib kepadaNva. Kala itu, imam besar Yahudi ditunjuk oleh pemerintah Romawi. Karenanya, wajar bahwa terjadi kongkalikong antara Sanhedrin dan Pitatus dalam menjatuhkan hukuman mati kepada Yesus di Golgota.

Ekoteologi Semesta
Fakta historis penyaliban Yesus di Golgota dapat dimaknai dalam perspektif ekoteologi semesta, yakni teologi yang ramah dan peduli lingkungan berbasis ajaran iman. Dalam tradisi budaya dan agama, terutama Kristiniatis dalam akar yudaismenya, gunung dan bukit memiliki makna yang penting. Kehidupan dan karya publik Yesus pun tidak bisa dipisahkan dan dilepaskan dari keberadaan gunung dan bukit.

Sebagaimana diwartakan dalam Alkitab Injil, Yesus tidak jarang berdoa di atas bukit Bahkan dalam salah satu doa-Nya di suatu gunung, yang dikenal sebagai Gunung Tabor, Yesus digambarkan berdialog dengan Nabi Musa dan Nabi Ella tentang perjalanan-Nya menuju Yerusalem (Marius 17:1 9 dan paralelnya). Itu berarti. Yesus berbicara tentang kematian-Nya di Bukit Golgota. Yesus juga diwartakan memberikan khotbah yang dikenal sebagai Sabda Bahagia di atas bukit Matius 5:3-12 dan paralelnya). Di lembah bukit, Yesus menggandakan lima roti dan dua ikan untuk memberi makan sedikitnya 5.000 lelaki, belum termasuk anak-anak dan perempuan (Markus 6:34-44 dan paralelnya). Pendek kata, gunung bukit, lembah, pantai dan danau sangat erat terkait dengan hidup dan karya Yesus. hingga pada akhirnya, yesus disalibkan di Bukit Golgota.

Wafat dan kebangkitan Yesus juga memiliki nakna ekoteologis semesta. Artinya wafat dan kebangkitanNva tidak hanya untuk menebus dan menyelamatkan manusia, namun juga seluruh alam semesta dan seisinya. Semuanya ditebus dan dipulihkan dari kehancuran.

Meminjam ajaran Paus Fransiskus dalam Ensiklik Laudato Si’ (LS. 2015), penebusan Kristus terhadap alam semesta sebarusnya menggerakkan pola pertobatan ekologis. Pertobatan ekologis berarti membiarkan seluruh buah perjumpaan dengan Yesus Kristus berkembang dalam huhungan dengan dunia dan alam semesta di sekitar. Penebusan Kristus seharusnya mendorong umat kristiani untuk menghayati panggilan melindungi karva Allah sebagai bagian penting dari kehidupan yang saleh. Kepedulian pada alam semesta bukanlah sesuatu yang opsional atau aspek sekunder dalam pengalaman kristiani. Alih-alih, kepedulian pada alam semesta merupakan kewaliban yang tak bisa ditawar untuk dijalankan (LS.217).

Menurut pengalaman iman kristiani, semua makluk alam semesta material menemukan makna sejatinya dalam Yesus Kristus. Sabda yang menjelma. Dasarnya, Yesus Kristus telah menyatukan dalam diri-Nva sebagian dari dunia materi dan Ia memasukkan ke dalam dunia materi benih transformasi akhir menuju kemuliaan. Inilah yang disebut prinsip ekoteologi semesta (bdk. Paus Fransiskus, 2015. LS 218).

Semoga kenangan akan sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus Kristus menggerakkan pula kita semuaa untuk semakin peduli untuk menjaga keutuhan ciptaan dan kelestarian lingkungan hidup sebagai perwujudan aspek ekoteologi semesta, yang mengalir dari penebusan Golgota! Selamat Paska bagi yang merayakannya.

#Solopos 14 April 2022

Tag

Facebook
Twitter
LinkedIn
Email
WhatsApp
Kategori
Kabar baik buat kamu friends! Jalur Beasiswa masih dibuka sampai 30 Juni 2024. Daftarnya cuma pakai nilai rapor tanpa tes! Ayo dapatkan beasiswa masuk (Biaya Kuliah Semester) yang udah include semuanya! Buktikan sekarang juga! ✨

Daftar online
pmb.unika.ac.id

#BeasiswaKuliah
#PTSTerbaikJawaTengah
#JoyfulCampus
#JoyfulLearning
Selamat Memperingati Hari Kenaikan Yesus Kristus 

#KenaikanYesusKristus
#PTSTerbaikJawaTengah
#JoyfulCampus
#JoyfulLearning
Segenap Sivitas Akademika Soegijapranata Catholic University (SCU), turut berduka cita atas meninggalnya Ir. Daniel Hartanto, S.T., M.T (Dosen Program Studi Teknik Sipil)

#RIP
Selamat Hari jadi ke-477 Kota Semarang ✨

#HUTSemarang
#PTSTerbaikJawaTengah
#JoyfulCampus
#JoyfulLearning
Selamat Memperingati Hari Pendidikan Nasional ✨

#HariPendidikanNasional
#PTSTerbaikJawaTengah
#JoyfulCampus
#JoyfulLearning
Selamat Hari Buruh 2024

#HariBuruh

Share:

More Posts

Send Us A Message