Logo Soegijapranata Catholic University (SCU) White
Search...
Close this search box.

Olahraga dan Kekerasan

Oleh: B  Retang  Wohangara, mahasiswa PDIL dan dosen Fakultas Bahasa dan Seni Unika Soegijapranata, Semarang

INDONESIA sedang menjadi pembicaraan dunia. Ironisnya, bukan karena hal yang membuat kepala orang Indonesia makin tegak, tetapi kisah pilu tentang sepak bola. Sebanyak 131 orang meninggal dunia, kemungkinan masih akan bertambah, ratusan orang luka-luka, menjadi korban tragedidi Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, pada Sabtu 1 Oktober2022 lalu.

Keprihatian dan reaksi muncul dari dalam dan luar negeri. Presiden Jokowi memerintahkan agar kompetisi sepak bola Liga 1 Indonesia diberhentikan sementara dan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) melakukan evaluasi serta perbaikan prosedur agar peristiwa serupa tidak terulang (Suara Merdeka, Minggu 2 Oktober 2022).

Presiden FIFA, Gianni Infantino menyebut peristiwa Kanjuruhan sebagai hari kelam bagi mereka yang terlibat dalam dunia sepak bola, sebuah kejadian yang sulit dimengerti. Yang berwenang mengambil berbagai tindakan, pemecatan beberapa anggota kepolisian, pemberian beasiswa untuk keluarga korban, dan bahkan pembentukan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan untuk mengusut tuntas peristiwa ini.

Pertanyaan yang muncul adalah mengapa olahraga, terutama sepakbola, yang seharusnya menghiburdan mengajarkan nilai-nilai universal seperti rasa hormat, kejujuran, persahabatan, dan kesetaraan (fairplay) berubah menjadi arena mematikan (killing fields)? Mungkin dengan jari telunjuk akan mengarah pada para penonton atau suporter yang dianggap beringas, memiliki perilaku sosial menyimpang, dan tidak mampu mengendalikan diri. Tuduhan ini bisa saja benar karena kita menyaksikan dalam media massa bagaimana penonton turun kelapangan dan menciptakan kekacauan (chaos).

Namun  kita tidak boleh lupa, bahwa kekerasan yang tampak dalam dunia olahraga, khususnya dalam tragedi Kanjuruhan, bisa jadi merupakan kelindan berbagai macam faktor. Penonton yang marah dan rusuh di stadion hanyalah puncak gunung  es dari simpul-simpul kekerasan yang terjadi pada bangsa ini.

Beberapa simpul kekerasan yang  berpotensi memicu agresivitas penonton adalah pengelolaan dunia sepak bola Indonesia yang buruk, kehilangan kewibawaan pejabat pemerintahan termasuk penegak hukumnya, dan penggunaan diksi tidak senonoh dalam berita olahra-ga. Kekerasan tentu saja tidak hanya mengacu pada yang berbau fisik: pukulan, tamparan, atau penggunaan senjata, tetapi juga pada perilaku merusak (koruptif), termasuk inkompetensi kerja, dan penyalahgunaan kekuasaan.

Simpul  pertama  ada  dalam tubuh pengelolaan sepak bola. Bukan rahasia lagi bahwa pengelolaan sepak bola nasional dinilai buruk termasuk dalam pembinaan pemain, adanya mafia yang berkuasa mengatur skor (match fixing), penampilan wasit yang tidak kompeten, dan ketidak mampuan mendidik suporter agar menjunjung sportivitas. Dalam tragedi Kanjuruhan, panitia pertandingan dituding tidak profesional dalam penentuan jadwal pertandingan, penerimaan penonton yang melebih kapasitas stadion, dan penggunaan gas air mata. Pertanyaan penting untuk PSSI adalah, apakah sepak bola Indonesia mau dikelola untuk kepentingan nilai-nilai olahraga atau lebih pada tujuan komodifikasi?

Simpul kedua dapat disebut sebagai kekerasan kerah putih. Apalagi yang bisa diharapkan bila masyarakat kehilangan kepercayaan (distrust) pada pemimpin, pejabat negara termasuk penegak hukumnya? Kepercayaan dan kewibawaan hilang karena pelayanan yang diberikan berkualitas rendah, penegakan hukum yang diskriminatif, atau kepentingan masyarakat yang tidak diperhatikan.

Simpul ketiga adalah kekerasan dalam penggunaan bahasa yang membentuk psikologi prajurit  dalam  kegiatan  olahraga, khususnya sepak bola. Diksi yang sering digunakan dalam berita sepak bola antara lain ”menghancurkan”, ”mempermalukan”, atau”mempencundangi”. Para pemain, termasuk suporter yang sering disebut pemain ke-12, dicitrakan sebagai  prajurit  perang  untuk melawan kelompok lain yang dianggap   sebagai   ancaman. Bahasa dapat membentuk persepsi dan realitas. Diksi kekerasan akan memberi citra pertandingan sepak bola sebagai kegiatan menghancurkan lawan. Cara apapun dilakukan agar menang, karena bila tidak yang kalah akan malu dan jadi pecundang.

Pertobatan Nasional
Syukur, bangsa ini selalu diberi kesempatan   untuk   berbenah. Tragedi Kanjuruhan adalah peringatan keras agar semua pihak, baik mereka yang berhubungan langsung atau tidak dengan sepak bola, dan mereka yang menjadi pengelola bangsa ini untuk melakukan pertobatan nasional.

Untuk bertobat semua pihak perlu menelisik diri dan bertanya, apa mempunyai sumbangsih terhadap banalitas kekerasan fisik dan bukan fisik? Bila Anda pelaku kekerasan, beranilah untuk menyesal, memperbaiki diri, dan mulai melakukan hal-hal pantas.

Semua punya tanggung jawab dan tugas etis untuk mencegah terjadinya kekerasan. Tapi, bila contoh mengalir dari atas ke bawah, maka kita menuntut agar pengurus olahraga (sepak bola) dan pihak terkait, dan juga para pemimpin bangsa diberbagai lini untuk memiliki integritas, bekerja keras, dan memberikan pelayan terbaik untuk orang yang dipercayakan  kepada  mereka. Hanya dengan demikian mereka membangun kewibawaan dan pantas mendapatkan rasa hormat masyarakat.

Rakyat adalah pengamat hati-hati dan peniru yang baik pada perilaku para pimpinannya. Bila pemimpin tidak bertobat dan tetap mempertontonkan kekerasan, maka mereka sedang menyiapkan lahan subur untuk kekerasan-kekerasan lainnya; kekerasan di kantor-kantor pemerintahan, jalan raya, atau lapangan sepak bola seperti dalam tragedi Kanjuruhan.

 

#Suara Merdeka 11 Oktober 2022 hal. 4

 

 

Tag

Facebook
Twitter
LinkedIn
Email
WhatsApp
Kategori
Hi, Friends! Beberapa waktu yang lalu, Srawung #2 yang di organize @gratia_scu berkolaborasi dengan Choir SMA se-Kota Semarang menampilkan penampilan yang sangat epic nih. Kamu dari SMA mana nih? Tulis di kolom komentar?

Daftar online
pmb.unika.ac.id

#Choir
#PTSTerbaikJawaTengah
#JoyfulCampus
#JoyfulLearning
Selamat Memperingati Hari Kenaikan Yesus Kristus 

#KenaikanYesusKristus
#PTSTerbaikJawaTengah
#JoyfulCampus
#JoyfulLearning
Segenap Sivitas Akademika Soegijapranata Catholic University (SCU), turut berduka cita atas meninggalnya Ir. Daniel Hartanto, S.T., M.T (Dosen Program Studi Teknik Sipil)

#RIP
Selamat Hari jadi ke-477 Kota Semarang ✨

#HUTSemarang
#PTSTerbaikJawaTengah
#JoyfulCampus
#JoyfulLearning
Selamat Memperingati Hari Pendidikan Nasional ✨

#HariPendidikanNasional
#PTSTerbaikJawaTengah
#JoyfulCampus
#JoyfulLearning
Selamat Hari Buruh 2024

#HariBuruh

Share:

More Posts

Send Us A Message