Logo Soegijapranata Catholic University (SCU) White
Search...
Close this search box.

Menjadi Pendidik Transformatif

Oleh Ferdinand Hindiarto, Rektor Unika Soegijapranata Semarang

“Seorang pendidik transformatif akan memiliki kekuatan untuk mengarahkan cinta murni bagi kepentingan peserta didiknya. Bukan sebaliknya justru meminta peserta didik untuk memahami pendidiknya.”

JUDUL tulisan ini barangkali terasa seperti utopis. Namun jika berani merefleksikan secara jemih apa yang terjadi dalam dunia pendidikan selama hampir dua tahun terakhir ini, maka judul ini menjadi sebuah keniscayaan.

Selama masa pandemi Covid-19 pembelajaran di semua level dilakukan secara daring tanpa ada perjumpaan antara peserta didik dengan pendidik maupun antar peserta didik. Banyak muncul keraguan apakah model pembelajaran itu efektif? Apakah dapat terjadi transfer pengetahuan? Lalu apakah pendidikan hanya sebatas transfer pengetahuan?

Jika demikian, bukankah para peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa pendidik, bukankah sumber pengetahuan tersedia secara berlimpah? Pertanyaan-pertanyaan itu seharusnya menjadi titik tolak untuk mendefinisikan ulang peran pendidik dalam konteks tantangan zaman ini.

Menjadi pendidik transfonnatif dapat menjadi salah satu jawaban atas tantangan di atas. Dan sesungguhnya peran itu bukan hal yang baru. Seharusnya sudah menjadi DNA-nya para pendidik. Merujuk pendapat salah satu filsuf pendidikan Indonesia, Drijarkara, bahwa pendidikan adalah kegiatan fundamental. Kata fundamental mengandung dua arti.

Pertama, pendidikan bertujuan mengubah, menentukan dan membentuk hidup manusia. Dari arti pertama ini saja dengan sangat jelas bahwa peran pendidik mutlak harus menjadi sumber daya ubah atau transformasi bagi peserta didik. Maka menjadi pendidik transformatif adalah mutlak. Profesi pendidik memang berbeda dari profesi lain. Menjadi pendidik tidak sekedar menjalankan tugas kewajiban semata. Terdapat sebuah perutusan mulia yang diemban untuk mentransformasi manusia-manusia muda menjadi manusia yang seutuhnya, tidak hanya secara pengetahuan dan ketrampilan.

Manusia Berbudaya
Jauh lebih penting adalah menjadikan manusia yang berbudaya, manusia yang secara otentik mampu memilih respons yang tepat dan dewasa atas segala hal yang ditemui dalam hidupnya. Maka hal utama untuk menjadi pendidik transformatif adalah menyadari perutusan ini. Dari kesadaran ini maka seharusnya setiap pendidik memiliki kebanggaan besar terhadap pilihannya menjadi pendidik. Melalui pilihan inilah seorang pendidik akan dapat menemukan kebermaknaan hidup yang lebih dalam. Kemudian dari kebanggaan ini seorang pendidik akan memiliki energi yang besar dalam mendampingi, menemani, dan memfasilitasi peserta didik berproses menjadi manusia yang cerdas sekaligus bermoral dan berkarakter kuat.

Energi besar tersebut akan tampak setiap kali pendidik menjalankan aktivitas pendidikan yang secara alamiah akan dirasakan dan ditangkap oleh peserta didik. Dengan energi yang besar ini pula, para pendidik akan memiliki kekuatan untuk mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi, termasuk dalam pembelajaran selama masa pandemi ini maupun tugas-tugas adminsitratif yang seringkali ditempatkan sebagai hal yang menyita waktu dan tenaga.

Arti kedua dan kegiatan fundamental pendidikan menurut Drijarkara adalah bahwa kegiatan pendidikan harus berpangkal dari sikap fundamental cinta dalam arti cinta murni, yaitu cinta yang mengarah pada kepentingan yang dicintai bukan kepentingan yang mencintai. Maka menjadi pendidik transformatif berarti setiap kali menjalankan perutusan harus dilandasi oleh rasa cinta murni kepada peserta didik apapun kondisinya. Tentu ini bukan hal yang mudah.

Perubahan karakteristik generasi peserta didik bukanlah hal yang mudah untuk dipahami oleh para pendidik. Namun tidak ada cara lain, pendidik harus menerima perubahan-perubahan itu. Dengan penerimaan itulah seorang pendidik transformatif akan memiliki kekuatan untuk mengarahkan cinta murni bagi kepentingan peserta didiknya. Bukan sebaliknya justru meminta peserta didik untuk memahami pendidiknya.

Dengan kekuatan cinta murni itulah seorang pendidik akan berusaha mengenali peserta didiknya, yang dikenal dengan istilah cura personalis. Melalui cara itulah pendidik dapat mendampingi dan menemani peserta didik untuk mengembangkan potensi-potensi dirinya. Melalui kekuatan ini pula pendidik akan memiliki energi untuk selalu mencari cara-cara terbaik dalam mengajar bagi peserta didiknya.

Dengan demikian proses pembelajaran akan selalu menghadirkan suka cita yang membangkitkan antusiasme peserta didik. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi para pendidikpun akan dapat diatasi. Pada akhirnya para peserta didik akan mampu mentransformasi dirinya menjadi manusia yang berbudaya, otentik, dan dewasa. Di situlah pendidik telah mewujudkan peran transformatifnya.

►Suara Merdeka 3 Desember 2021 hal. 4

Tag

Facebook
Twitter
LinkedIn
Email
WhatsApp
Kategori
Selamat Memperingati Hari Kebangkitan Nasional 🇮🇩

#KebangkitanNasional
#PTSTerbaikJawaTengah
#JoyfulCampus
#JoyfulLearning
Kabar baik buat kamu friends! Jalur Beasiswa masih dibuka sampai 30 Juni 2024. Daftarnya cuma pakai nilai rapor tanpa tes! Ayo dapatkan beasiswa masuk (Biaya Kuliah Semester) yang udah include semuanya! Buktikan sekarang juga! ✨

Daftar online
pmb.unika.ac.id

#BeasiswaKuliah
#PTSTerbaikJawaTengah
#JoyfulCampus
#JoyfulLearning
Selamat Memperingati Hari Kenaikan Yesus Kristus 

#KenaikanYesusKristus
#PTSTerbaikJawaTengah
#JoyfulCampus
#JoyfulLearning
Segenap Sivitas Akademika Soegijapranata Catholic University (SCU), turut berduka cita atas meninggalnya Ir. Daniel Hartanto, S.T., M.T (Dosen Program Studi Teknik Sipil)

#RIP
Selamat Hari jadi ke-477 Kota Semarang ✨

#HUTSemarang
#PTSTerbaikJawaTengah
#JoyfulCampus
#JoyfulLearning
Selamat Memperingati Hari Pendidikan Nasional ✨

#HariPendidikanNasional
#PTSTerbaikJawaTengah
#JoyfulCampus
#JoyfulLearning

Share:

More Posts

Send Us A Message