BAGAIKAN sebuah magnet yang mampu menarik benda-benda di sekelilingnya, seorang pemimpin yang karismatik adalah idola yang dapat menyedot perhatian banyak khalayak. Bagaikan sebuah cahaya yang berpijar di tengah kegelapan, seorang pemimpin yang berpengaruh dapat menjadi inspirasi sekaligus motivasi bagi banyak orang. Oleh karena itu, banyak yang kemudian menjadikan para pemimpin tersebut sebagai model. Namun sejatinya, tidak akan pernah ada seorang pemimpin dengan karisma dan gaya kepemimpinan yang sama persis.
Sebuah artikel dari Harvard Business Review berjudul Discovering Authentic Leadership yang ditulis oleh Bill George dan Peter Sims menyajikan hasil penelitian terhadap 125 pemimpin untuk melihat bagaimana para pemimpin tersebut mengembangkan kepemimpinan serta kemampuan dan ketrampilan mereka dalam memimpin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya karakter seorang pemimpin lebih banyak dibentuk oleh life stories atau kisah hidup melalui pengalaman-pengalaman nyata yang mereka hadapi dalam kehidupan. Pengalaman-pengalaman dalam kehidupan nyata membentuk mereka sedemikian sehingga para pemimpin tersebut menemukan kekuatan, kekurangan serta jati diri yang menjadikan kepemimpinan mereka lebih efektif. Pengalaman-pengalaman hidup tersebut membentuk seseorang menjadi pemimpin yang otentik. Pemimpin yang otentik cenderung memiliki passion terhadap tujuan kepemimpinan mereka, menerapkan nilai-nilai yang mereka yakini, serta memimpin dengan hati dan logika.
Faktor-faktor intrinsic (dari dalam) dan extrinsic (dari luar) turut pula memberi warna dan pengaruh dalam style kepemimpinan seseorang. Dalam perjalanan kisah hidupnya, seseorang mungkin dipengaruhi oleh motivasi-motivasi pribadi yang menjadi faktor pendorong dari dalam dirinya sendiri maupun terinspirasi oleh seorang pemimpin karismatik yang menjadi faktor pendorong dari luar. Faktor-faktor tersebut berperan dalam pembentukan karakter seorang pemimpin. Sesungguhnya, faktor-faktor tersebut adalah bagian dari kisah hidup yang membentuk seorang pemimpin. Oleh karena itu, penting untuk mengenali faktor-faktor pendorong serta kekuatan dan kekurangan diri yang perlu dikembangkan.
Sejatinya setiap orang dapat menjadi seorang pemimpin dalam konteks masing-masing. Untuk menjadi seorang pemimpin tidak perlu selalu harus menunggu mendapat kesempatan menjadi top leader di sebuah organisasi ternama atau pemimpin di sebuah perusahaan besar. Di dalam organisasi masyarakat terkecil sekalipun, yaitu, keluarga, dibutuhkan seorang pemimpin yang otentik. Dalam kontek lain seperti dalam dunia pendidikan, seorang guru adalah pemimpin bagi murid-muridnya. Seorang pemimpin otentik akan membawa timnya ke tujuan yang jelas dan dalam praktek kepemimpinannya ada keseimbangan antara nilai-nilai moral, pengalaman, dan pengetahuan.
Tantangan yang sering dihadapi untuk menjadi seorang pemimpin yang otentik adalah perubahan peran ketika seorang pemimpin harus menerima tugas di tempat yang baru, sementara pengalaman terdahulu kemungkinan tidak tepat diaplikasikan di lingkungan kerja yang baru. Tantangan lain dihadapi oleh seorang pemimpin yang harus menjalankan multi peran baik dalam keluarga, pekerjaan, maupun organisasi. Hal terbaik yang bisa dilakukan adalah dengan belajar dari orang lain yang telah berpengalaman sebelumnya. Belajar bukan berarti harus mengambil sepenuhnya apa yang diterapkan oleh orang lain namun merefleksikannya dalam konteks masing-masing dan memilah yang dapat diterapkan dalam konteks ruang kepemimpinan masing-masing.
Apapun ruang lingkup kepemimpinan yang menjadi tanggung jawab masing-masing, di posisi tertinggi maupun dalam konteks kepemimpinan sederhana, kepemimpinan otentik dapat diterapkan. Yang perlu selalu diingat adalah pentingnya menjadi diri sendiri dengan kekayaan pengalaman hidup serta talenta masing-masing. Mengingat tidak akan mungkin seseorang mengadopsi atau menjadikan diri sendiri persis seperti pemimpin idolanya, maka menemukan potensi diri, meramunya dengan pengalaman, memolesnya dengan gaya kepemimpinan dari orang lain, serta mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki dalam kepemimpinannya menjadi isu yang layak untuk direfleksikan menjelang peringatan kemerdekaan Indonesia.
Menyongsong hari kemerdekaan Indonesia ke-74, tidak berlebihan bila sebuah refleksi atas kepemimpinan perlu kita lakukan. Tidak masalah kita ada di posisi strategis pengelola negara maupun posisi yang paling sederhana sebagai seorang warga negara Indonesia. Masing-masing kita tetap dapat mengambil peran sebagai pemimpin, setidaknya bagi diri sendiri. Setiap pengalaman dan tantangan seyogyanya akan membentuk karakter seorang pemimpin otentik. Para pemimpin otentik ini adalah aset besar bagi kemajuan dan kejayaan Indonesia tercinta.
►Tribun Jateng 16 Agustus 2019 hal. 2 , https://jateng.tribunnews.com/2019/08/16/opini-heny-hartono-pemimpin-otentik-untuk-indonesia-jaya