Pages

Pemberlakuan SSA Tidak Diikuti Penataan Parkir

SM 14_02_2017 Pemberlakuan SSA Tidak Diikuti Penataan Parkir
Diskusi Prime Topic dengan tema: Manajemen Lalu Lintas, di selasar Gedung Thomas Aquinas, Unika Soegijapranata Semarang.

Pemberlakuan Sistem Satu Arah (SSA) lalu lintas di kota Semarang, tidak diikuti dengan penataan parkir. Terbukti masih banyak kendaraan roda empat yang parkir di tepi jalan raya. Akibatnya masih terjadi kemacetan lalu lintas pada sejumlah titik.
Hal itu disampaikan Anggota DPRD Kota Semarang, Johan Rifai dalam Diskusi Prime Topic yang digelar Radio Sindo Trijaya FM Semarang, dengan tema: Manajemen Lalu Lintas, di selasar Gedung Thomas Aquinas, Unika Soegijapranata Semarang, Senin (13/2).
Johan menambahkan perlu adanya penertiban parkir kendaraan. “Termasuk penataan pedagang kaki lima (PKL) yang masih berjualan menjorok di tepi jalan,” kata Johan.
Menurutnya, evaluasi terhadap pemberlakuan SSA ini belum saatnya. “Karena baru saja berjalan. Tetapi nanti ke depan tetap ada evaluasi,” tambahnya.
Sementara itu Kabid Lalu Lintas Dinas Perhubungan Kota Semarang, Kusnandir mengatakan, pemberlakuan SSA terhadap lalu lintas di kota Semarang memang sudah waktunya. “Apalagi pertumbuhan jumlah kendaraan pribadi baik sepeda motor atau mobil di kota Semarang, tahun ini meningkat 15 persen. Yaitu pada 2015 tercatat 1.780.000 kendaraan pribadi, meningkat jadi 2.047.000 kendaraan pribadi di 2016,” kata Kusnandir.
Terkait masih ada kekurangan dalam SSA, Kusnandir mengatakan, pelaksanaannya dilakukan bertahap. “Untuk kelancaran, kami juga akan membongkar sebagian taman, seperti taman di depan kantor Pertamina Jalan Pemuda,” tambahnya.
Pakar transportasi dari Unika Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno menilai, sistem SSA juga masih menyisakan kemacetan.
“Intinya hanya memindahkan kemacetan. Jadi selain faktor penataan parkir dan PKL, juga ada solusi lain dengan membuat jalan tak sebidang. Cuma untuk membangunnya membutuhkan biaya tak sedikit. Namun yang lebih penting lagi adalah menggalakkan sistem transportasi massal itu sendiri. Seperti keberadaan Bus Rapid Transport (BRT). Kalau jumlahnya masih empat koridor ya tetap kurang. Perlu ada penambahan koridor lagi,” tandasnya. (http://berita.suaramerdeka.com)

Tag

Facebook
Twitter
LinkedIn
Email
WhatsApp