Rencana Pemerintah Kota Semarang yang akan memasang parking meter di beberapa ruas jalan dengan tujuan mengurangi kemacetan akibat parkir liar dan menambah pendapatan asli daerah (PAD) mendapat dukungan dari pengamat transportasi Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno.
”Saya mendukung penuh, tapi ada yang perlu diperhatikan seperti akan diletakkan di mana? Pekerjanya dan instrumen yang lainnya bagaimana? Sebab kalau pakai parking meter saja juga masih rawan bocor,” katanya kepada Jawa Pos Radar Semarang, Jumat (10/2) malam.
Salah satu yang disorot adalah dari segi tenaga kerja. Menurut dia, tenaga kerja parkir ini sangat memengaruhi pendapatan ataupun ketertiban dari parkir itu sendiri. ”Dari tenaga kerja, mau diambil dari mana? Sistem penggajiannya gimana? Berapa lama jam kerjanya?” ungkapnya.
Dari sisi tenaga kerja itu sendiri, lanjut Djoko, masih memungkinkan terjadi kebocoran. Apalagi kultur orang Indonesia yang malas untuk berjalan jauh. Bisa jadi sistem pembayaran yang rencananya menggunakan kartu, tidak bisa berjalan dengan baik, karena masyarakat lebih sesuatu yang simpel.
Menurut Djoko, penerapan sistem parking meter dinilainya tidak begitu signifikan untuk meningkatkan PAD. Justru dikhawatirkan akan menambah kemacetan, terlebih pemasangan parking meter ini belum jelas berapa panjangnya dan aturannya seperti apa.
”Juru parkir liar bisa dirangkul, namun harus ditarget. Kalau memang melenceng dan masih banyak bocor ya harus dipecat. Makanya para juru parkir harus diberi pelatihan dulu. Kalau pakai tenaga kerja baru, malah akan menambah pengangguran,” katanya.
Setelah rencana pemasangan parking meter tersusun dengan matang, Pemkot Semarang perlu melakukan sosialisasi. Selain itu, juga harus ada daya tarik agar pengguna kendaraan mau menggunakan lahan parkir yang disediakan.
”Jangan sampai habis di-launching malah mangkrak, malah buang-buang anggaran. Rencana ini tidak boleh asal tiru, harus direncanakan sistemnya secara matang, tujuannya tentu agar sejalan dengan program pemerintah,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, beberapa kota yang telah menggunakan parking meter, ternyata masih belum bisa berjalan dengan baik, dan masih bisa terjadi kebocoran karena juru parkir yang nakal.
”Idealnya lebih baik menyediakan kantong parkir. Jelas bisa menambah PAD dan meminimalisasi kebocoran uang retribusi. Saya tekankan, kalau pemerintah Kota Semarang serius, harus diperhatikan sistemnya dulu,” tandasnya.
Anggota Komisi B DPRD Kota Semarang, Danur Rispriyanto, meminta Pemkot Semarang segera mengumpulkan pihak swasta yang selama ini turut terlibat dalam pengelolaan parkir. Hal itu untuk menyaring dan memilah pertimbangan sebelum penerapan parking meter diberlakukan di Kota Semarang.
”Saya tidak berpikir bagaimana memutus mata rantai uang parkir menguap di mana. Tetapi bagaimana melakukan penataan agar pengelolaan parkir maksimal, sehingga PAD Kota Semarang bisa terukur. Karena itu, Pemkot Semarang harus segera mengumpulkan semua pihak, pemilik lahan, jukir, dan lain-lain untuk duduk bersama,” kata Danur Rispriyanto kepada Jawa Pos Radar Semarang, kemarin.
Terkait penerapan parking meter, pihaknya bersama Pemkot Semarang telah melakukan studi banding di beberapa wilayah yang telah menerapkan sistem tersebut. Di antaranya, di Jakarta dan Palembang. ”Pada prinsipnya adalah bagaimana membenahi sebuah sistem penataan, sehingga PAD meningkat,” ujarnya.
Dia mengakui, parkir di Kota Semarang memiliki potensi luar biasa besar. Namun kenyataannya, PAD parkir tidak seimbang dengan potensi yang ada. ”Kalau tidak segera dilakukan penataan, tahu sendirilah seperti apa pengelolaannya. Maka harus ada terobosan,” katanya.
Secara teknis, kata Danur, parking meter belum memungkinkan langsung diterapkan di seluruh wilayah Kota Semarang. Tetapi perlu lebih dulu dilakukan pendataan titik-titik parkir yang memungkinkan diterapkan. ”Kemudian diterapkan sistem zonasi. Misalnya, kawasan Simpang Lima, intinya mulai dari titik-titik gemuk terlebih dahulu,” bebernya.
Menurut Danur, langkah yang harus segera dilakukan Pemkot Semarang agar penerapan parking meter ini sukses adalah melakukan sosialisasi secara berkelanjutan. ”Baik sosialisasi kepada para pengelola parkir, jukir, hingga kepada masyarakat pengguna parkir. Untuk itu, pemkot harus segera melakukan itu, harus merangkul jukir-jukir maupun pemilik lahan untuk duduk bersama,” katanya.
Sebab, teknis penataan sistem parkir digital ini tidak mudah. Mulai dari sosialisasi, pengadaan alat, bekerja sama dengan pihak-pihak terkait, hingga memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait teknis parkir sistem baru ini.
”Sistemnya kan berubah, jadi masyarakat tentu akan bingung. Nantinya sistem parkir ini tidak menggunakan cash money, tapi harus punya kartu mirip pembayaran tol,” jelasnya.
Dia juga meminta para jukir dikelola secara rapi oleh pemerintah, dan mendapat gaji bulanan yang standar. ”Saat ini masih menunggu rapat kerja untuk membahas pengadaan alat. Apakah pemkot nanti menyediakan pengadaan alat sendiri atau menggandeng pihak ketiga, masih menunggu hasil rapat kerja,” katanya. (https://radarsemarang.com)