Oleh : Widyanto SE MM *)
KERIS kamardikan adalah keris yang dibuat setelah tahun 1945 setelah Indonesia merdeka. Pembuatanya ada yang tetap sesuai pakem zaman, dahulu dalam artian masih menggunakan tempa dan kikir tangan dan ada juga yang menggunakan kikir listrik dan peralatan modern lainnya. Bagi saya, semuanya bagus dan indah. Tidak seperti batik yang terus berkembang dan digemari semua kalangan keris menjadi agak tertinggal walaupun pada tahun 2015 Unesco pada tanggal 25 November 2005 memberikan penghargaan keris sebagai karya agung warisan kemanusiaan milik seluruh bangsa di dunia. Secara teknis pembuatan, keris terdiri dari 3 logam yaitu besi, baja, dan nikel. Zaman dahulu, nikel diganti dengan iron meterorityang jatuh di bumi yang dikenal sebagai filosofi sebagai ibu bumi bapa angkasa. Perpaduan benda langit dan benda bumi besi dan baja diyakini pembuatnya sebagai senjata yang bagus. Perpaduan 3 logam inilah membuat keris ringan dan kuat sebagai senjata tikam jarak pendek. Untuk sekarang keris menjadi symbol atau ageman laki-laki terutama masyarakat Jawa walaupun persebaran keris sampai ke Asia Tenggara. Tulisan sederhana ini hanya mencoba mengangkat potensi keris menjadi produk ekonomi kreatif tanpa meninggalkan fungsi filosofi dan budayanya yang adiluhung.
Penentuan hammer price yang tepat. Istilah hammer price ini mengacu dari sebuah kegiatan bagaimana seorang empu membuat bilah keris. Jadi mungkin ada istilah lain yang berbeda arti. Kegiatan empu antara lain adalah menyiapkan logam besi, baja, dan pamor. Asal bahan pun bias bermacam-macam mulai dari pasir besi, besi kuno, dan besi zaman sekarang. Besi pamor biasanya terbuat dari nikel atau iron meteorit. Setelah bilah dibuat langkah selanjutnya adalah menatah bilah keris dan membuat warangka dan aksesoris lainnya. Bila diperlukan ditambah bahan logam mulia seperti emas dan perak untuk menambah keindahan dan guwaya–nya. Hal ini perlu dihitung dengan baik. Di samping itu ada nilai estetika dan esoteri bagi yang mempercayai. Barulah sebuah keris mempunyai harga yang tepat. Dalam kenyataannya keris kamardikan sangat bervariasi harganya. Keindahan keris akan ditentukan secara fisik dan non fisik. Secara fisik terlihat jelas mulai dari bahan yang berkualitas dan teknis tempa dan lipatannya. Secara non fisik bisa dilihat dari bentuk atau dapur keris dan pola pamor yang banyak mengandung filosofi dan maksud keris itu dibuat.
Keris Sebagai Produk Ekonomi Kreatif
Selain dapat melestarikan karya yang adiluhung keris dapat dimasukkan sebagai produk ekonomi kreatif tanpa meninggalkan arti keris sebenarnya. Terdapat beberapa segmen pasar keris yang telah terjadi antara lain pasar keris sebagai aksesoris baju adat Jawa, sebagai ageman, dan sebagai pusaka sebagai aksesori baju adat, keris dibuat secara lebih sederhana dari pakem seharusnya. Sebagai ageman dan pusaka keris dibuat dengan cara sesuai pakem. Untuk lebih memasyaratkan keris supaya lebih dikenal maka perlu diadakan kegiatan rutin antara lain, 1) Lomba pembuatan keris kamardikan setiap tahun. Lomba akan merangsang empu-empu muda untuk berkarya membuat keris yang berkualitas. Pada akhirnya pasar dan demandmendapatkan produk yang berkualitas. 2) Bursa dan lelang keris. Kegiatan ini memang sudah dilakukan oleh berbagai komunitas perkerisan di berbagai kota. Di Solo mulai dirintis untuk waktu tertentu diadakan bursa dan lelang di museum keris. 3) Membrandingkan keris buatan empu. Beberapa empu dewasa ini tetap dikenal sebagai pembuat keris yang handal. Misalnya empu Subandi dari Solo, empu Harumbrodjo dari Jogjakarta. Untuk itu perlu mendorong empu-empu muda supaya semakin intens berkarya. Personal branding bahkan dapat dirintis dari lomba pembuatan keris kamardikan dan terus berkarya. Selain itu perlu menguasai administrasi sertifikasi keris sehingga menjadikan sebuah keris mampu dirunut asal-usul serta metode pembuatan dan kualitas bahannya dengan baik. 4) Memasukkan ke kurikulum sekolah dasar menengah sebagai pelajaran sejarah sebagai pengetahuan jenis senjata tradisional Nusantara. Demikianlah sedikit tulisan sederhana saya. Rahayu. (*)
*) Dosen Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi Bisnis Unika Soegijapranata Semarang.