Kepedulian terhadap lingkungan perlu diajarkan sejak dini di berbagai lingkungan terkecil masyarakat, keluarga, kompleks perumahan dan sekolah. Kepedulian ini antara lain tidak membuang saja membuang sampah sembarangan serta seminimal mungkin menghindari penggunaan plastik. Hal tersebut diungkapkan Ketua Program Studi Program Magister Lingkungan dan Perkotaan (PMLP) Unika Soegijapranata Donny Danardono dalam dalam diskusi publik dengan tema ’’Hidup Sehat dan Ramah Lingkungan’’ yang diselenggarakan Fakultas Pascasarjana Unika Soegijapranata di kampus tersebut, Jumat (29/9).
Pembicara lain Romo St Ferry Sutrisna Wijaya, pembina dan salah seorang pendiri Eco Camp Bandung dan moderator Hotmauli Sidabalok. Hadir dalam kesempatan tersebut Dekan Fakultas Pascasarjana Unika Lindayani dan Ketua Program Studi Magister Hukum Kesehatan Prof Agnes Widanti Donny Danardono mengungkapkan merosotnya mutu lingkungan karena pembangunan, krisis air hingga pemanasan global semestinya mendorong manusia untuk mengubah perilaku dan cara ia berhubungan dengan lingkungan. Namun yang terjadi, menurut dia, justru sebaliknya yakni manusia kian tidak pedulu pada lingkungan. ’’Misalnya saja masyarakat lebih senang menggunakan kendaraan pribadi, menggunakan plastik-plastik untuk tempat belanja, menebang hutan dan lain sebagainya,’’ jelas Donny.
Padahal, lanjut dia, kelangsungan hidup manusia dan ekosistem yang ada di dalamnya akan terus berkelanjutan bila manusia peduli pada lingkungan. Kepedulian yang dimaksud adalah perilaku yang didasarkan pada anggapan tentang kesetaraan manusia dengan mahluk lain. Sementara itu, Romo Fery menjelaskan keadaan bumi yang sekarang ini makin menuntut manusia untuk hidup sederhana, efisien dan berkesadaran.
Sikap ini juga menghindarkan manusia untuk menikmati sesuatu yang dihasilkan melalui penderitaan makhluk lain. Ia mengimbau agar manusia untuk sebisa mungkin tidak mengkonsumsi daging ternak. Sebab, kebanyakan peternakan memberikan dampak lingkungan yang kurang baik atau memiliki dampak polusi terhadap lingkungan. ’’Maka dari itu, dengan mengurangi konsumsi daging sama dengan mengurangi proses terjadinya kerusakan bumi akibat polusi lingkungan,’’ jelasnya.
Ia mengungkapkan di Eco Cam yang dikelola bersama rekan-rekannya, semua makanan itu adalah hasil cocok tanam Eco Camp. Makanan tersebut ditanam, dipelihara dan diolah secara ekologis dan dipetik dengan penuh cinta. ’’Cara hidup yang ditumbuhkan di sana bersumber dari keprihatinan terhadap nasib bumi yang makin tereksploitasi,’’ jelasnya.
Romo Fery mengatakan, awalnya Eco Camp sebuah tempat bermain anak di kawasan Bandung Utara. Setelah beberapa lama, berkembang menjadi tempat pendidikan luar sekolah. Sejak 2012, Eco Camp menjadi tempat pembinaan kesadaran ekologis.
(►http://suaramerdeka.com, Suara Merdeka 3 Oktober 2017)