Salah satu kegiatan Best Of Studio 2017 yang digelar mulai tanggal 13 – 15 Maret 2017 adalah kegiatan Seminar. Kegiatan seminar dilaksanakan oleh Program Studi Arsitektur, Fakultas Arsitektur dan Desain (FAD) Unika Soegijapranata pada Selasa (14/3) di ruang teater gedung Thomas Aquinas Unika Soegijapranata dengan menghadirkan dua pembicara yaitu Yu Sing sebagai Praktisi Arsitek dan Wijanarka, ST, MT. selaku salah satu dosen Arsitektur Universitas Palangkaraya,mewakili akademisi.
Dengan tema “Arsitektur Remeh Temeh” kegiatan ini diharapkan dapat membuka pola fikir mahasiswa agar dapat menambah pengetahuan mengenai pembangunan gedung berbasis ramah lingkungan tanpa meremehkan aspek arsitekturnya.
“Arsitektur sering kali diremehkan, padahal karya arsitektur dapat berdampak. Dampak itu bisa berdampak baik ataupun sebaliknya menjadi merusak. Maka dari itu kita harus lebih peka terhadap arsitektur ini, terlebih ruang lingkup pelayanan arsitektur yang cenderung lebih melayani kalangan menengah ke atas padahal itu hanya 10% saja, sedangkan yang 90 % adalah kalangan menengah ke bawah yang belum terlayani dengan baik, yang dimaksud adalah apakah arsitektur bisa melayani kalangan menengah ke bawah dengan cara tetap menjadi karya bangunan yang ramah lingkungan, terjangkau, mempedulikan ruang-ruang ekosistem alam yang lain dan material lokal ” tutur Yu Sing
“Jadi arsitek itu punya beban yang berat sebetulnya, dia bisa memperindah kota tetapi sekaligus juga bisa merusak, tergantung bagaimana memposisikan diri dan belajar. Memang sebagian besar kota-kota besar di Indonesia sudah rusak, hal itu karena kesalahan langkah kita dalam menata kota yang terlalu bangunan, sehingga ada satu hal yang sering diremehkan adalah ruang kosong atau ruang alam sehingga akhirnya kota-kota besar kita sangat kekurangan ruang terbuka hijau, ruang biru dan sebagainya. Oleh karena itu kita berharap banyak pada mahasiswa menjadi lebih peka, punya wawasan dan sikap supaya saat kita menjadi seorang arsitek bisa menghadapi permintaan klien yang kadang-kadang juga tidak mempedulikan hal-hal itu, “ tambahnya.
Design rumah ramah lingkungan ini semakin marak ketika Yu Sing dan Tim menyelesaikan Buku yang berjudul “ Design Rumah Dengan Harga Murah.” Di luar ekspetasi Yu Sing dan Tim, ternyata buku ini mendapatkan respon yang sangat positif dari masyarakat. Terbukti tidak hanya laris, Yu Sing justru mendapatkan banyak pesanan design. Dalam jangka waktu 1 tahun Yu Sing mendapatkan 80 pesanan design. Meski tidak semua design yang di buat berhasil di jadikan sebuah gedung. Namun sudah ada beberapa yang berhasil di dirikan sebagai rumah tinggal. Seperti yang ada di Madiun, Semarang, dan beberapa tempat lainnya.
“Banyak di negara-negara maju yang memiliki design gedung yang sangat bagus. Mewah, dan cocok sekali menjadi lokasi foto. Namun tidak ada sama sekali ruang terbuka hijaunya. Jelas ini bukanlah sebuah konsep ramah lingkungan” tuturnya.
Belajar dari Kampung Berbasis Air
Sementara Wijanarka, ST, MT sebagai akademisi arsitektur juga mengungkapkan,” Kita bisa melakukan penggalian kearifan kampung-kampung yang telah berkembang sehingga menjadi kampung berbasis air. Manfaat penggalian itu adalah untuk menghadapi kenaikan air laut, sehingga di kampung-kampung yang diremehkan itu ternyata ada kearifan-kearifan guna menghadapi kenaikan muka air laut. Memang pada dasarnya kampung-kampung yang mengalami hal demikian sebagian besar tidak berada di Jawa tetapi di Kalimantan atau Sumatera yang umumnya mereka memiliki budaya bermukim diatas air. Dari penggalian kearifan itu bisa disempurnakan untuk kampung-kampung yang akan menghadapi kenaikan muka air laut, tentunya ada penyesuaian-penyesuaian sehingga kampung-kampung yang mungkin sedang dan akan mengalami hal demikian juga bisa belajar dari kampung-kampung yang sudah berpengalaman tentang itu, ” tutur Wijanarka.
“Dalam arsitektur berbasis air itu intinya ada tiga bentuk yaitu bertiang, terapung dan amphibi (bisa naik turun). Selama ini kampung-kampung di kalimantan itu selalu bertiang, walaupun untuk saat ini harus dilakukan penyempurnaan-penyempurnaan. Sementara itu di bagian pesisir Jawa mulai banyak yang bertahan menghadapi kenaikan muka air laut dengan cara menimbun, yang mungkin itu sifatnya hanya sementara. Maka dengan demikian untuk menciptakan kearifan-kearifan arsitektur itu diperlukan pengetahuan dan pengalaman yang panjang dan tidak langsung jadi. Seperti halnya inovasi baru yang diperlukan untuk mengatasi sanitasi dan limbah dari kampung-kampung berbasis air tersebut supaya tidak mencemari air, sehingga apabila berbasis air maka diharapkan tidak mencemari air,”pungkasnya. (R.Jeff)