Program Magister Lingkungan dan Perkotaan (PMLP) Soegijapranata Catholic University (SCU) menyelenggarakan Kuliah Umum secara hybrid di Mini Theater Albertus, Kampus 1 SCU Bendan pada 21 Agustus 2024.
Mengusung tema “Colonial Childhoods and Upbringings: A Historical Case Study of Kebon Dalem Semarang,” forum ini fokus membahas keterkaitan hubungan sistem pendidikan kanak-kanak selama era kolonial di Kota Semarang. Menghadirkan Guru Besar Radboud University Nijmegen, Prof Marit Monteiro, kuliah umum ini mengambil studi kasus sejarah dari berbagai panti asuhan dan lembaga pendidikan di Kebon Dalem, Semarang. Mereka membahas institusi pendidikan yang didirikan misionaris Katolik pada akhir abad ke-19 di daerah tersebut.
Lebih lanjut, kuliah umum ini juga mengkaji lebih dalam mengenai dampak pemerintahan kolonial terhadap pendidikan masa kanak-kanak pada masa itu. Membahas hal tersebut, Prof Marit turut menyoroti kebijakan pendidikan kolonial pada masa itu cenderung diskriminatif. Menurut keterangannya, anak-anak pribumi hanya mendapatkan pendidikan dasar yang terbatas.
“Anak-anak elit kolonial mendapatkan akses ke pendidikan yang lebih tinggi dan berkualitas, sementara anak-anak pribumi terpinggirkan. Kebijakan ini menciptakan kesenjangan besar antara anak-anak dari kalangan elit kolonial dan anak-anak pribumi,” terangnya.
Walau begitu, organisasi berbasis agama menurut Prof Marit juga memainkan peran penting dalam kesejahteraan dan pendidikan anak-anak pada era tersebut. “Organisasi keagamaan mempengaruhi kehidupan anak-anak tidak hanya dalam hal pendidikan formal, melainkan juga dalam pembentukan identitas melalui nilai agama dan budaya,” lanjutnya.
Selain pendidikan, Prof Marit juga melihat peran berbasis agama dalam intervensi di kehidupan keluarga, baik di masa kolonial maupun pasca-kolonial. Organisasi ini sering kali menjadi penentu utama dalam kesejahteraan anak-anak, terutama mereka yang dibesarkan di panti asuhan.”Organisasi keagamaan berperan sebagai jaring pengaman sosial yang penting bagi anak-anak di era kolonial,” tambahnya.
Sejalan dengan itu, Prof Marit berharap kegiatan ini menjadi pengingat pentingnya melindungi hak dan akses pendidikan.