Meningkatnya isu kesehatan mental, khususnya di Indonesia menjadi topik hangat dalam The 3rd International Conference on Biopsychosocial Issues (IConBI). Konferensi internasional yang digelar Fakultas Psikologi (FPsi) Soegijapranata Catholic University (SCU) bersama 3 perguruan tinggi asing tersebut secara spesifik menyoroti peningkatan angka penderita gangguan mental. Berlangsung di Theater Thomas Aquinas, Kampus 1 SCU Bendan, ada 9 akademisi maupun praktisi kesehatan yang mendiskusikan fenomena ini secara hybrid pada Kamis, 26 September 2024.
Menurut keterangan Dosen FPsi SCU, Dr. Augustina Sulastri, Psikolog, era pandemi dan pasca pandemi COVID-19 menjadi titik balik meningkatnya penderita gangguan mental di Indonesia. “Bentuknya pun beragam sesuai dengan sudut pandang dan konteks mana kita melihatnya,” tegasnya.
Seakan mengonfirmasi, World Health Organization (WHO) sudah meramal angka penderita gangguan mental di Indonesia akan semakin bertambah sejak 2021. Prevalensinya mencapai 9,8%, dengan angka depresi mencapai 6,6%.
Survei kesehatan mental nasional pertama, Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) mendapatkan 1 dari 3 remaja dengan rentang usia 10-17 tahun mempunyai masalah kesehatan mental dan 1 dari 20 remaja Indonesia mempunyai catatan gangguan mental. Angka ini masing-masing setara dengan 15,5 dan 2,45 juta remaja. Gangguan mental yang diderita antara lain kecemasan, fobia sosial, depresi mayor, gangguan perilaku, hingga stres pasca-trauma.
Berkaca pada hal tersebut, Dirjen Kesehatan Masyarakat (KesMas) RI, dr. Maria Endang Sumiwi, MPH menuturkan isu kesehatan mental menjadi fokus yang sedang digarap institusinya. “Angka depresi semakin meningkat dan ini jadi concern Kemenkes. Tidak hanya memikirkan kesehatan biologis, kami punya perhatian ke sana,” jelasnya dalam forum yang sama.
Menurut Dr. Augustina, munculnya indikasi gangguan mental pada remaja tidak lepas dari peran didikan keluarga. Sebaliknya, ia pun menjelaskan banyak ditemukan fenomena disfungsi keluarga di Indonesia. “Bagaimana kondisi sosial keluarganya seperti apa, bisa berdampak pada sisi psikologisnya. Akhirnya bisa muncul kenakalan remaja juga,” lanjut Dr. Augustina yang juga Ketua The 3rd IConBI.
Riset yang dipaparkan dalam IConBI 2024 sendiri nantinya bakal ditindaklanjuti Direktorat Jenderal KesMas untuk menjadi masukan dalam membuat kebijakan. Dalam hal ini, terutama mengatasi isu kesehatan mental di Indonesia.
“Kesehatan masyarakat ini memang sangat linear dengan tema “Biopsychosocial” yang kami angkat. Program kerja yang bisa dikolaborasikan unsur akademisi juga disampaikan dr. Maria sebagai Keynote Speaker,” lanjut Dr. Augustina.
Salah satunya yaitu memberikan edukasi pola asuh positif kepada para orang tua. Dikemas dalam Program Psikoedukasi Positif Parenting, program ini akan diluncurkan Direktorat Jenderal KesMas pada 10 Oktober 2024 mendatang.