Di tengah situasi pandemi Covid-19 saat ini, perubahan-perubahan dinamis tidak hanya dialami oleh mahasiswa yang berada di Indonesia, melainkan juga dialami oleh mahasiswa yang tengah melaksanakan studi di luar negeri.
Mendapatkan gambaran yang lebih utuh bagaimana kondisi dan keadaan mahasiswa di luar negeri, bagaimana mereka berusaha untuk mengatasi tantangan selama pandemi ini, sekaligus tetap menyemai harapan supaya seluruh mimpi tetap terwujud. Itulah topik-topik menarik yang diulas dalam Bincang-Bincang Daring “Menyemai Harapan di Tengah Pandemi” dengan tema “Menengok Kehidupan Mahasiswa di Luar Negeri Selama Pandemi COVID-19” yang diadakan pada Selasa (5/5).
Ini merupakan seri Webinar ke-2 yang diadakan oleh Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) Unika Soegijapranata melalui platform elearning.unika.ac.id, yang juga menjadi bagian dalam menyambut Dies Natalis FTP Unika ke-25 tahun. Acara yang juga terbuka untuk umum ini diikuti oleh 136 peserta dari mahasiswa, dosen, dan alumni FTP Unika. Sesuai dengan tema menyemai harapan, adanya webinar kali ini diharapkan bisa menjadi kesempatan untuk berbagi ilmu pengetahuan dan pengalaman melalui seminar yang disampaikan secara daring.
Dalam kesempatan ini, hadir dua narasumber yakni Ita Sulistyawati, dosen FTP Unika yang sedang menempuh studi S3 di Wageningen University Belanda dan Novita Ika Putri, dosen FTP Unika yang tengah menjalankan studi S3 di Katholieke Univeriteit Leuven Belgia.
Awal Masa Pandemi
Dalam bincang-bincang tersebut, kedua narasumber membagikan pengalaman mereka sebagai mahasiswa S3 yang tengah menyelesaikan studi dalam situasi pandemi COVID-19.
“Di Wageningen University Belanda, kegiatan mahasiswa di bulan Desember-Januari semua masih berjalan normal. Praktikum, skripsi, aktivitas laboratorium, semuanya berjalan seperti biasa. Aktivitas perkuliahan di Wageningen kurang lebih sama seperti di Indonesia dari pagi pukul 08.30 sampai sore jam 18.00. Kampus masih penuh dengan sepeda yang digunakan untuk transportasi utama mahasiswa dan dosen di sini. Hingga pada akhir bulan Februari, kejadian pertama terkait Covid-19 mulai muncul,” ungkap Ita dalam bincang daring.
Tidak jauh berbeda dengan Belanda, kondisi di KU Leuven Belgia masih berjalan normal pada bulan Desember hingga Januari. Perbincangan mengenai kasus Covid-19 yang mulai meningkat pada bulan Februari menumbuhkan sikap untuk lebih aware. Muncul kesadaran bahwa Eropa mulai menjadi epicenter pandemi.
Terkait situasi tersebut, beberapa negara-negara di Eropa mulai menerapkan kebijakan lockdown. Termasuk salah satunya Belgia, tempat Novita tengah menempuh studi di KU Leuven.
“Pada tanggal 18 Maret kebijakan lockdown mulai diterapkan sehingga pada jam 12.00 siang orang-orang tidak dibolehkan berada di jalan. Dua hari sebelumnya, kampus telah mengeluarkan kebijakan bagi mahasiswa S1 untuk mulai melakukan work from home (WFH). Sementara para peneliti, mahasiswa S2 dan S3, serta mahasiswa postdoctoral masih bisa melakukan penelitian di kampus. Tak berapa lama berselang, muncul kebijakan terbaru bahwa semua aktivitas harus dilakukan dari rumah. Semenjak kebijakan lockdown diterapkan dan berlangsung selama 8 minggu, tidak ada aktivitas apapun di kampus yang diperbolehkan,” ungkap Novita.
Kegelisahan banyak muncul pada mahasiswa S2 yang harus menyelesaikan penelitian dalam waktu lebih singkat, sehingga mereka harus berdiskusi dengan para pembimbing. Namun, ada pula sebagian mahasiswa lainnya yang tidak terlalu khawatir karena masih memiliki waktu studi yang cukup untuk menyelesaikan penelitian atau mereka yang sudah menyelesaikan penelitian dan sudah mendapatkan data sehingga dapat melakukan pekerjaan dari rumah.
Sementara itu di Wageningen University Belanda, safety measure terlihat semakin ketat. Namun hal ini tidak terlalu menjadi kendala karena mahasiswa S3 sudah terbiasa bekerja dari mana saja. Kegiatan penelitian mahasiswa S3 di laboratorium masih dapat berjalan dengan pembatasan jumlah orang dalam satu ruangan. Meskipun hanya boleh melanjutkan penelitian yang sudah berjalan dan tidak melakukan eksperimen baru. Perubahan ini juga berdampak pada tugas akhir mahasiswa S1 yang banyak beralih ke dalam bentuk literature review atau survei secara daring.
Menyemai Harapan
Meskipun kebijakan lockdown di Belgia telah berakhir pada tanggal 3 Mei, bukan berarti perjuangan telah usai. “Semuanya berusaha bangkit dan memulai pelan-pelan dengan tetap memperhatikan jaga jarak dengan kesadaran masing-masing. Sementara itu kebijakan WFH di KU Leuven masih diberlakukan hingga 1 bulan ke depan. Meskipun sudah ada penurunan kasus Covid-19, semua tindakan pre-caution tetap harus dijalankan supaya tidak terjadi kenaikan peak lagi,” ungkap Novita.
Menanggapi situasi yang berubah secara dinamis, banyak adaptasi yang perlu dilakukan untuk menemukan normalitas baru dalam kehidupan sebagai mahasiswa maupun pengajar.
“All educators are trying their hard. Semua pengajar berusaha yang terbaik untuk bisa membawakan kelas dalam bentuk senyata mungkin. Dengan jumlah materi yang mungkin dikurangi tetapi tentunya tidak mengurangi esensi dari proses belajar itu sendiri. Semoga semua ini segera berlalu, tetapi kita juga harus siap menjadikan ini sebagai new normal. Manusia adalah makhluk yang adaptif sehingga kita pasti bisa beradaptasi dengan new normal ini. Tetap semangat, tetap jaga kesehatan fisik dan mental. Tetap semangat dalam belajar dan mengajar,” pungkas Novita.
(B.Agatha)
Perdalam Komunikasi Kreatif Jadi Upaya Ilmu Komunikasi SCU Persiapkan Mahasiswa Hadapi Perkembangan Dunia Digital
Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Soegijapranata Catholic University (SCU) diajak