
Fakultas Psikologi (FPsi) Soegijapranata Catholic University (SCU) menyelenggarakan Seminar on Mental Health “Diseminasi Hasil Penelitian: Mencegah Nonsuicidal Self-Injury (NSSI) pada Generasi Z” di Teater Thomas Aquinas, Kampus 1 SCU Bendan pada Jumat, 7 November 2025.
Seminar ini mendiseminasikan hasil penelitian Dosen FPsi SCU, Dr. Augustina Sulastri, Psikolog dan Mahasiswa Magister Psikologi SCU, Izzatin Nida, SPd yang didukung program hibah dari Kemendiktisaintek dan BRIN melalui skema Basis Informasi Manajemen Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (BIMA).
Memahami Fenomena NSSI di Kalangan Generasi Z
Dalam pemaparannya, Nida menjelaskan bahwa Nonsuicidal Self-Injury (NSSI) adalah tindakan melukai diri sendiri secara sadar tanpa niat untuk bunuh diri, yang kerap dilakukan sebagai cara menghadapi tekanan emosional. Berdasarkan hasil penelitiannya terhadap remaja di Kota Semarang, ditemukan bahwa perilaku NSSI memiliki korelasi dengan tingkat mindfulness dan rasa syukur (gratitude).
“Semakin tinggi tingkat mindfulness, semakin rendah kecenderungan seseorang melakukan NSSI,” ujar Izzatin. Namun, hasil penelitian juga menunjukkan temuan menarik, di mana rasa syukur yang tinggi justru tidak selalu menjamin seseorang bakal mengurangi risiko NSSI. Penelitian menunjukkan bahwa mereka yang memiliki tingkat rasa syukur tinggi tetap menunjukkan kecenderungan melukai diri.
Menurut Izzatin, hal ini dapat terjadi karena sebagian remaja menggunakan rasa syukur secara tidak sehat, yaitu sebagai bentuk penekanan emosi negatif atau biasa disebut toxic positivity. “Rasa syukur seharusnya membantu individu menerima emosi secara otentik, bukan menekan perasaan sulit yang justru dapat memperburuk stres,” jelasnya.
Mindfulness-Based Stress Reduction (MBSR) sebagai Upaya Pencegahan
Melengkapi hasil penelitian tersebut, Dr. Sulastri menyoroti pentingnya pendekatan Mindfulness-Based Stress Reduction (MBSR) sebagai strategi preventif. Ia menjelaskan bahwa pelatihan mindfulness membantu individu lebih sadar terhadap pikiran, perasaan, dan sensasi tubuhnya, sehingga mampu merespons stres secara lebih adaptif.
“Mindfulness mengajarkan kita untuk hadir penuh pada saat ini, menyadari kesenjangan (‘mind the gap’) antara pikiran dan realitas, agar tidak terjebak dalam reaksi impulsif terhadap emosi negatif,” jelasnya.
Dr. Sulastri juga menyoroti tantangan yang dihadapi Generasi Z, yang hidup dalam tekanan digital dan keterpaparan informasi tanpa henti. “Anak muda saat ini mudah lelah secara mental karena terus terkoneksi dengan media sosial. Mereka butuh jeda untuk kembali mengenali dirinya sendiri,” tambahnya.
Menurutnya, praktik sederhana seperti memperhatikan napas selama satu menit penuh atau meluangkan waktu lima menit untuk menyadari emosi yang muncul dapat menjadi langkah awal dalam melatih kesadaran diri. Adapun beberapa metode MBSR yang disarankannya yaitu:
Body Scan Meditation, yaitu latihan menyadari bagian tubuh dari ujung kaki hingga kepala, membantu mengenali ketegangan fisik akibat stres;
Mindful Breathing, yaitu fokus pada pola napas untuk menenangkan pikiran dan mengembalikan kesadaran pada saat ini;
Sitting Meditation, latihan duduk hening sambil memperhatikan arus pikiran tanpa menghakimi;
Walking Meditation, berjalan dengan perlahan sambil menyadari setiap langkah dan gerakan tubuh;
Loving-Kindness Meditation, yaitu menumbuhkan rasa kasih dan penerimaan terhadap diri sendiri serta orang lain.
