Tidak hanya mengajak membuang sampah pada tempatnya, Wisanggeni Damar Panuluh juga mengarahkan orang-orang di sekitarnya untuk memilah dan memanfaatkan sampah. Salah satunya dijadikan produk tas. Seperti apa?
MENGURANGI tumpukan sampah. Itulah yang menjadi misi Wisanggeni Damar Panuluh. Alumnus Psikologi Unika Soegijapranata Semarang ini tidak ingin sampah yang ada menumpuk tak berguna dan justru menjadi sumber bencana.
Awalnya, ia memulai dari dirinya sendiri. Ia memanfaatkan sampah yang ada di sekitarnya untuk diubah menjadi barang berguna. Berbagai produk diciptakan dari bahan sampah bekas di sekitar rumahnya. Salah satunya, tas punggung yang hingga kini dipakai. Ia membuatnya dari potongan sampah yang dilapisi dengan kain. Jadilah, tas yang kekuatannya tidak diragukan.
”Saya awalnya memang membuat sendiri. Tapi, karena saya ingin membuat perubahan lebih besar, saya ajak ibu-ibu untuk bergerak bersama memanfaatkan sampah menjadi barang berguna, serta memberikan tambahan penghasilan,” ujarnya kepada Jawa Pos Radar Semarang.
Kini, fokus Damar tidak lagi membuat barang-barang berguna dari bahan barang bekas. Untuk urusan itu, ia sudah menyerahkannya kepada ibu-ibu rumah tangga yang menjadi binaannya. Di Jawa Tengah, ia mengaku sudah mengampu kurang lebih 5.000 ibu-ibu untuk mengelola sampah rumah tangganya.
”Sekarang saya serahkan ke mereka untuk membuat karya dari barang bekas. Malah saya yang mengambili sampah dari mereka sekarang,” ujarnya.
Tidak hanya ibu-ibu, kebiasaan memilah dan menabung di bank sampah juga ia tanamkan kepada siswa sekolah. Sedikitnya, 30 sekolah sudah ia dorong untuk membentuk bank sampah yang hasilnya juga dapat dinikmati oleh mereka.
”Perusahaan-perusahaan juga saya minta untuk membuat bank sampah. Karena memang itu tadi, sebisa mungkin hanya sedikit sampah yang ke TPA,” tegas pria yang sejak dulu suka dengan kegiatan sosial ini.
Ditanya mengenai suka duka bergelut di dunia sampah, Damar mengaku hampir tidak ada duka selama ia berupaya berpartisipasi mengatasi persoalan lingkungan. Semua duka, ujarnya, hilang terbalut rasa senang yang didapatkan.
”Senang karena sejauh ini banyak juga dukungan dari berbagai pihak. Termasuk dari pemerintah kota dan provinsi,” ucap penggagas bank sampah Lestari Magenta ini.
Pernah juga, ia diusir ketika hendak memberikan sosialisasi terkait pemanfaatan sampah. Meskipun dengan halus, ia tahu bahwa warga tidak menghendaki kehadirannya. ”Coba bayangkan kalau diusir begini. Tapi saya senang bisa tahu berbagai karakteristik masyarakat. Dan makin semangat lagi tentunya,” akunya.