Dalam rangka mempersiapkan mahasiswa mengikuti program magang, Fakultas Ilmu Komputer (FIKOM) Soegijapranata Catholic University (SCU) berupaya menjembatani mahasiswa dengan dunia industri. Upaya tersebut diwujudkan dalam gelaran Internship Fair 2025 pada Kamis, 3 Juli 2025 di Gedung Henricus Constant, Kampus 1 SCU Bendan. Melalui kegiatan ini, lebih dari 40 mahasiswa diajak mengenal lebih dekat perusahaan yang nantinya bisa dipilih untuk mengikuti program magang.
Tahun ini, sebanyak 5 perusahaan turut berpartisipasi, mulai dari bidang fintech, distribusi, hingga transportasi. Mereka adalah PT Mitra Kasih Perkasa (MKP), PT Dynamic Talenta Navigator, PT Buana Online Sejahtera, PT Sinergi Merah Putih, dan PT Hartono Istana Teknologi (Polytron).
Percepat Masa Tunggu Lulusan
Menurut keterangan Koordinator Internship Fair Yonathan Purbo Santoso, MSc, kurikulum program studi yang dinaungi FIKOM SCU telah mewadahi magang sebagai salah satu mata kuliah. Adapun masa magang telah ditentukan setidaknya 6 bulan dan akan dimulai pada semester depan. “Itu ketentuan dari kurikulum (magang minimal 6 bulan). Tapi pada praktiknya, perusahaan sering memanjangkan masa magang sampai 1 tahun atau bahkan ditarik untuk bekerja di sana,” jelas Yonathan.
Hal ini senada dengan pernyataan Dekan FIKOM SCU Prof Ridwan Sanjaya. Ia menambahkan banyak lulusan telah diterima bekerja bahkan sebelum lulus, selepas menyelesaikan program magangnya di perusahaan yang bersangkutan. “Banyak yang seperti itu (diterima bekerja sebelum lulus), atau menunggu lulus dulu kembali bekerja di perusahaan tempat mereka magang. Ada juga yang skripsinya dikerjakan sambil bekerja,” tambahnya.
Pihaknya mencatat ada lebih dari 50% lulusan FIKOM SCU yang telah diterima bekerja sebelum lulus. Selain itu, mahasiswa juga dapat ‘memangkas’ waktu studi mereka dengan mengkonversikan magang ke sejumlah mata kuliah dengan capaian pembelajaran yang relevan.
Menjawab Isu Ketenagakerjaan
Di sisi lain, Prof Ridwan menilai magang menjadi jawaban yang tepat atas permasalahan tenaga kerja di Indonesia. Program magang menurutnya penting untuk mempertemukan calon lulusan dengan perusahaan, untuk mengukur seberapa jauh mahasiswa dapat memenuhi kebutuhan perusahaan ketika lulus. “Banyak pekerjaan di Indonesia, tapi sumber daya manusianya yang tidak sesuai. Kesempatan itu (magang) semestinya diambil, karena momen mempertemukan itu (perusahaan dan lulusan) menjadi penting,” tandasnya.
Ia juga memandang adanya magang dapat menjadi media kampus untuk mengobservasi seberapa relevan ilmu yang diajarkan dengan kebutuhan industri. Menurutnya, magang dapat ikut berkontribusi dalam pengembangan keilmuan secara tidak langsung. “Jadi mendapatkan umpan balik mahasiswa saat atau setelah mereka mengikuti magang, teori yang diajarkan kampus apakah sesuai dengan yang ada di perusahaan,” pungkasnya.
Selain itu, magang juga dinilainya dapat mendorong mahasiswa untuk menilai perusahaan dengan lebih objektif. Sehingga, diharapkan mereka tidak menjadi ‘kutu loncat’ selepas lulus dari kampus. “Kalau magang tidak ada, mereka ‘bisa’ menilai perusahaan hanya dalam waktu 1 atau 2 bulan saja,” jelasnya.
Namun, Prof Ridwan mengakui hal tersebut tidak ditemukan pada generasi saat ini, di mana mahasiswa lebih objektif dalam menilai perusahaan. Bahkan, beberapa di antara mereka mengaku mendapatkan dorongan untuk mengembangkan potensi secara maksimal setelah mengikuti magang.
