“Ditengah dinamika relasi kedua negara yaitu Indonesia dan Timor Leste, sebetulnya pembentukan Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) ini relatif dianggap positif, karena meskipun ada persoalan akuntabilitas yang harus diselesaikan atas apa yang terjadi di masa lalu, tetapi sebenarnya persahabatan itu juga menjadi ruang yang sangat penting dan apa yang harus dilakukan di masa depan juga menjadi ruang yang baik bagi masyarakat di Timor Leste,” Jelas Indria Fernida Alphasonny, SH., M.Phil sebagai Regional Program Coordinator Asia Justice and Rights (AJAR) ketika diminta menjadi pembicara di acara Kuliah Umum Fakultas Hukum dan Komunikasi (FHK) Unika Soegijapranata pada hari Jumat (18/5) di ruang Teater, kampus Unika dengan tema “Stolen Children : Agenda Tertinggal dalam 10 tahun Komisi Kebenaran dan Persahabatan Indonesia dan Timor Leste.”
Lebih lanjut Indria mengungkapkan bahwa pada awal berdirinya KKP banyak kritik yang muncul, namun sejak adanya rekomendasi maka banyak hal yang positif termasuk upaya-upaya untuk menyelesaikan kerjasama secara ekonomi, batas-batas negara termasuk beberapa pengungsi yang ada di Indonesia. Dan tentu saja ruang-ruang yang sifatnya penguatan pembangunan dan ekonomi jauh lebih maju karena pertimbangan atas kerjasama penguatan ekonomi kedua negara dianggap penting, namun selain penguatan ekonomi tentu masih ada hal lain yang perlu ditingkatkan yakni persoalan akuntabilitas yang harus diselesaikan.
Sementara itu salah satu dosen FHK Unika Soegijapranata, Dr. Trihoni Nalesti Dewi menambahkan bahwa Kuliah Umum yang diselenggarakan ini merupakan salah satu bentuk realisasi dari komitmen FHK untuk mengkomunikasikan keadilan dan kemanusiaan seperti yang tertera dalam tagline FHK yaitu Communicating Justice and Humanity. “Kami memang berusaha mengkomunikasikan antara keadilan dan kemanusiaan sesuai dengan perhatian kami dengan tagline FHK Unika. Hal tersebut serupa atau selaras pula dengan visi misi Unika Soegijapranata untuk memberi perhatian yang lebih kepada mereka yang terpinggirkan dan lebih pada aspek-aspek kemanusiaan seperti yang disampaikan oleh patron kami yaitu Mgr. Soegijapranata,” terang Dr. Trihoni.
“Jadi kami akan lebih mengasah kemampuan mahasiswa secara softskill maupun hardskill di bidang kemanusiaan. Di bidang pendidikan, kami berharap bisa menyampaikan sesuatu kepada mahasiswa tentang persoalan kemanusiaan ini, kemudian itu terintegrasi dengan berbagai macam tri darma yang lain. Untuk penelitian dan pengabdian, kami berusaha untuk bagaimana persoalan ini juga didengarkan pemerintah. Kami bekerja sama dengan Non Government Organizations (NGO), terutama untuk persoalan-persoalan advokasi kepada korban, tetapi kami juga bekerja sama secara harmonis dengan pemerintah. Jadi semuanya bersinergi artinya sebuah aliansi yang bersifat strategis antara akademisi Unika Soegijapranata dengan NGO dan pemerintah harus terus dilakukan secara bersama-sama,”tambahnya.(fas)
Terbitkan Buku Hasil Disertasi, Alumnus SCU Dorong Semarang Jadi Kota Cerdas
Talenta Pro Patria et Humanitate selalu menjadi semangat yang ditanamkan