Sebelas tahun berselang, KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan), yang merupakan salah satu lembaga yang sangat dekat dengan Munir mengajak untuk flashback demi mengungkap isi dari dokumen TPF yang seharusnya telah diterbitkan tersebut. Bekerja sama dengan Unika Soegijapranata dan LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Semarang, mengadakan diskusi bersama yang berjudul “Buka Hasil TPF Munir Sekarang Juga” dengan menghadirkan narasumber Nisrina (KontraS), Benny D. Setianto (Unika Soegijapranata), Zaenal Arifin (LBH Semarang), Jumat (11/11) di ruang Teater, Gedung Thomas Aquinas, Unika Soegijapranata.
Menurut Nisrina, banyak pertanyaan dari masyarakat umum mengenai publikasi dokumen TPF Munir, karena hasil penelitian TPF Munir telah lama selesai. Selama rentang 2014 hingga saat ini, KontraS menganggap pasca bebasnya Pollycarpus tidak ada proses yang signifikan terhadap pengusutan mengenai Kasus pembunuhan Munir.
âItulah mengapa pada 17 Februari 2016, kami (KontraS) memutuskan untuk mengirimkan surat dengan Kementerian Sekretariat Negara (Kemensesneg) yang isinya kami meminta kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) untuk membuka dokumen TPF Munir ke publik sesuai dengan Keppres 111 tahun 2004, dimana Kepres ini masih berlaku hingga sekarang dikarenakan statusnya belum dibatalkan. Namun jawaban yang muncul adalah alasan mengenai hilangnya dokumen, itu adalah upaya penguluran supaya dokumen ini tidak dibuka dan pada akhirnya masyarakat menjadi lupa,â ungkapnya.
“Saya sangat menyayangkan orang-orang harus menggunakan Komisi Informasi Pusat (KIP) untuk mencari data tentang keberadaan dokumen TPF Munir, ini berarti negara dihadapkan pada situasi yang timpang,âjelas Zaenal Arifin.
âApabila Kasus Munir tidak dianggap sebagai kasus pelanggaran HAM, akan tetapi hanya di-frame sebagai kasus pidana biasa hanya dapat dibuktikan dari tersangka yang sudah ada dan dengan begitu dianggap kasus sudah terselesaikan. Mengapa seseorang harus dihilangkan nyawanya menjadi tidak penting lagi karena dalam kasus pidana asalkan pelaku sudah dihukum, kasus dianggap telah selesai” jelas Benny D. Setianto. (cal)
Mahasiswa DKV SCU Ciptakan Solusi Inklusif untuk Komunitas Difabel dalam Pameran Studio Terpadu
Sebanyak 96 karya mahasiswa Program Studi Desain Komunikasi Visual (DKV)