Dukung Kebijakan Lingkungan, Diskusi Isu Kemanusiaan Agroforestri dalam Konferensi Internasional SCU jadi Masukan Dewan HAM PBB

Dukung Kebijakan Lingkungan, Diskusi Isu Kemanusiaan Agroforestri dalam Konferensi Internasional SCU jadi Masukan Dewan HAM PBB

Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Soegijapranata Catholic University (SCU) menyelenggarakan International Mini-Conference on Agroforestry: Present Cases and Role of Higher Education Institutions secara daring pada 11-12 November 2025.

Forum ini menghadirkan akademisi dan peneliti dari perguruan tinggi Asia, Eropa, hingga Amerika Selatan. Beberapa di antaranya termasuk Universidad de Sevilla Spanyol, Agriculture University of Krakow Polandia, Chulalongkorn University Thailand, Vietnam National University of Forestry, Universidad Nacional de Colombia, Universidade Católica Timorense, hingga Kindai University Jepang. Dari Indonesia, turut bergabung Universitas Hasanuddin, Universitas Lampung, dan Unika Parahyangan.

Mereka membahas peran perguruan tinggi dalam memperkuat keberlanjutan sistem agroforestri, model pengelolaan lahan yang menggabungkan unsur pertanian, kehutanan, serta nilai-nilai sosial masyarakat pedesaan. Nantinya, hasil diskusi akan dilaporkan kepada United Nations (UN) Special Procedures of the Human Rights Council atau Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Salah satu sorotan konferensi datang dari Prof. Koichi Ikegami, Guru Besar Kindai University melalui penelitian “Family Farming in Agroforestry” di lereng Gunung Kilimanjaro, Tanzania. Prof. Ikegami menekankan pentingnya sistem agrosilvopastoral, penggabungan tanaman, pepohonan, dan ternak, sebagai wujud agroekologi yang berkelanjutan.

Ia menunjukkan bagaimana masyarakat lokal mempraktikkan pertanian berlapis di area Kihamba (kebun rumah) dan Shamba (lahan bawah) untuk menghasilkan pangan, pakan ternak, kayu, dan obat tradisional secara terpadu. “Agroforestri di sini bukan hanya sistem ekonomi, tapi juga filosofi hidup yang menjaga keseimbangan antara alam dan manusia,” jelasnya.

Selain Tanzania, Prof. Ikegami juga menyoroti konsep Satoyama di Jepang, lanskap tradisional yang memadukan hutan, sawah, dan pemukiman dengan aturan adat berbasis komunitas (Iriai) untuk menjaga keberlanjutan sumber daya alam.

Konferensi ini, menurut keterangan Kepala LPPM SCU, Dr. Yustina Trihoni Nalesti Dewi, berangkat dari kepedulian terhadap hilangnya tanaman pangan lokal, rusaknya hutan masyarakat adat, hingga menurunnya kesejahteraan komunitas pedesaan akibat pergeseran fungsi lahan. “Karena agroforestri bukan hanya soal tanaman atau lingkungan, tapi juga tentang kemanusiaan. Agroforestri juga merupakan jembatan antara kampus dan komunitas pedesaan. Ia bicara soal manusia, kesejahteraan, dan keadilan ekologis,” ujarnya.

Pihaknya pun ingin menegaskan peran komitmen perguruan tinggi dalam isu lingkungan dan kemanusiaan, mengingat konferensi ini juga merupakan implementasi kerja sama antara SCU dengan Universidad de Sevilla dan Agriculture University of Krakow. Pada Februari 2026 mendatang, delegasi Universidad de Sevilla juga akan berkunjung ke SCU untuk menindaklanjuti riset bersama. Sementara, SCU akan mengirim perwakilannya ke Chulalongkorn University untuk membahas isu migrasi dan hilangnya lahan hutan di Asia Tenggara.

“Perguruan tinggi punya mandat moral untuk ikut andil dalam isu ini. Kami tidak bisa menyerahkan sepenuhnya pada pemerintah atau menyalahkan masyarakat. Justru peran riset, pendidikan, dan pengabdian dari universitas sangat krusial dalam menjaga keseimbangan alam dan keberlanjutan hidup manusia,” lanjutnya.

SCU sendiri telah melakukan riset sejenis di Desa Jalawastu, Brebes dan KPH Balapulang oleh Dosen Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) SCU, Dr. Bernadeta Soedarini dan Dr. Alberta Rika Pratiwi, yang fokus pada restorasi tanaman pangan lokal dan pemanfaatan sagu sebagai sumber pangan alternatif.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Email
WhatsApp