Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Soegijapranata Catholic University (SCU) bersama Sajogyo Institute menyelenggarakan Workshop Metode Kaji Tindak Partisipatif atau Participatory Action Research (PAR) pada 19 – 21 Agustus 2025 di Teater Thomas Aquinas, Kampus SCU 1 Bendan. Workshop ini diikuti sejumlah dosen dan mahasiswa pascasarjana SCU sebagai bagian dari penguatan kapasitas metodologis dalam riset yang partisipatif, solutif, dan berdampak pada masyarakat.
PAR merupakan pendekatan riset yang menggabungkan proses penelitian dengan aksi nyata di lingkungan masyarakat. Pendekatan ini menempatkan masyarakat tidak hanya sebagai obyek, melainkan mitra dalam proses riset. Melalui metode ini, diharapkan hasil penelitian tidak hanya berakhir di jurnal ilmiah, tetapi mampu mendorong perubahan di masyarakat yang relevan.
“Kami percaya bahwa setiap penelitian harus membawa dampak kepada sisi kemanusiaan. Tidak hanya untuk memahami realitas, tetapi juga untuk memberi kontribusi bagi penyelesaian masalah di masyarakat,” ujar Eko Cahyono, Sekretaris Pengurus Yayasan Sajogyo Utama (Sajogyo Institute).
Merupakan lembaga penelitian independen yang telah lama dikenal sebagai pelopor dan pengembang metode PAR di Indonesia, Sajogyo Institute memiliki banyak pengalaman dalam mengembangkan riset berbasis komunitas, khususnya di bidang agraria, kemiskinan, lingkungan hidup, dan pembangunan pedesaan. Pendekatannya berakar pada pemikiran Prof. Dr. Sajogyo, pelopor ekososiologi Indonesia, yang menekankan pentingnya keterkaitan antara pengetahuan ilmiah dan pemberdayaan di lingkungan masyarakat.
Selama 3 hari pelaksanaan, peserta mengikuti rangkaian kegiatan yang meliputi kuliah umum, diskusi kelompok, studi ekskursi, hingga presentasi refleksi. Sesi pertama pada 19 Agustus, membahas prinsip dasar PAR dan penerapannya di kawasan pedesaan. Sesi kedua, 20 Agustus, diisi dengan sesi berbagi pengalaman riset, identifikasi kesenjangan penelitian, dan diskusi tematik. Sedangkan, sesi ketiga pada 21 Agustus fokus pada perancangan metode, refleksi lapangan, serta rencana tindak lanjut riset yang akan dijalankan.
Selain sebagai ajang peningkatan kapasitas, workshop ini juga menjadi wadah strategis membangun jejaring antar institusi dan merancang riset kolaboratif yang berbasis kebutuhan masyarakat. “Riset tidak seharusnya menjadi aktivitas yang elit saja, hanya berhenti di jurnal. Melalui PAR kita ingin mengembalikan posisi masyarakat sebagai subjek perubahan, bukan sekedar objek penelitian,” ujar Eko.
Kepala LPPM SCU Dr. Y. Trihoni Nalesti Dewi berharap kerja sama ini menjadi langkah awal untuk memperkuat peran perguruan tinggi sebagai agen perubahan sosial. Selain mendorong riset yang lebih kontekstual dan partisipatif, kegiatan ini juga menegaskan pentingnya melibatkan ilmu pengetahuan agar benar-benar membawa manfaat dan perubahan nyata bagi masyarakat maupun komunitas.
“Kampus jangan hanya jadi menara gading. Sudah saatnya perguruan tinggi betul-betul hadir ditengah masyarakat, dan menjawab persoalan-persoalan yang ada di tengah masyarakat. Kita juga memilih Mgr. Soegijapranata sebagai patron yang selalu menyatakan 100% Katolik, 100% Indonesia dan itu memiliki makna yang sangat dalam. Bukan hanya sekedar agama saja tapi nilainya,” tegasnya. (Humas SCU/Caralla)
