Tim mahasiswa Program Studi Teknologi Pangan Soegijapranata Catholic University (SCU) Natasya Nathania Tjandra Purnama (Alumnus SMA Sedes Sapientiae Semarang), Jonathan Halim Sugianto (Alumnus SMA Kristen Tri Tunggal Semarang), dan Teresa Narendraputri (SMA Mardi Yuana Depok) berhasil memenangkan National Digital Scientific Poster Competition Brawijaya Chemistry Week 2025 yang diselenggarakan UNBRAW pada 18 Mei – 19 Juni 2025. Prestasi ini diraih setelah menggagas terapi alternatif untuk mencegah penyebaran sel kanker dengan memanfaatkan nanopartikel berbasis senyawa alami dari bahan pangan yang tumbuh dan banyak ditemukan di Indonesia.
Adapun bahan pangan yang spesifik dimanfaatkan adalah temulawak. Namun, menurut Teresa, kandungan bioaktif dalam temulawak memiliki kelarutan dan bioavailabilitas yang rendah untuk akhirnya bisa dimanfaatkan. Maka dari itu, timnya menyoroti pentingnya peran nanoteknologi dalam proses nanoemulsi untuk memperluas permukaan senyawa aktif. Hal ini perlu dilakukan untuk mempercepat laju disolusi (proses melarutnya suatu zat padat dalam suatu pelarut untuk membentuk larutan) dan memungkinkan penyerapan yang lebih efisien di dalam tubuh.
“Nanoteknologi melindungi kurkumin, senyawa bioaktif dalam temulawak, dari degradasi selama proses pencernaan, sehingga meningkatkan stabilitas (lebih stabil) dan bioavailabilitasnya (lebih mudah diserap tubuh) secara signifikan,” tutur Teresa. Idenya bersama timnya berangkat dari fenomena peningkatan angka kanker tiap tahun di Indonesia hingga menjadi penyebab kematian terbesar kedua di Indonesia.
Hal ini sejalan dengan temuan Global Cancer Observatory yang mencatat angka penderita kanker di Indonesia naik sebanyak 3% setelah 2 tahun sejak 2020, dari hampir 397.000 menjadi 408.661, dengan kasus kematian dari 234.511 menjadi 242.099. Sementara itu, data Kemenkes RI menunjukkan ada sekitar 400.000 kasus kanker baru setiap tahunnya dengan proyeksi kematian lebih dari 240.000 jiwa.
Menurut Teresa, biaya pengobatan yang tinggi serta efek samping terapi konvensional mendorong perlunya pendekatan preventif berbasis senyawa alami. “Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa. Berbagai tanaman obat tradisional telah lama digunakan masyarakat secara turun temurun. Salah satunya adalah temulawak yang memiliki kurkumin yang mampu menghambat pertumbuhan sel kanker,” tandasnya.
Ia menjelaskan kurkumin yang diekstrak dari temulawak dapat dibuat menjadi minuman siap minum (ready-to-drink) yang dapat mencegah dan menangani kanker. Penelitian mereka lakukan mulai dari studi literatur hingga pengujian di laboratorium. “Risetnya sudah dimulai sejak Januari 2025 dan masih dikembangkan hingga sekarang,” lanjut Teresa.
Berkat riset ini, timnya berhasil bersaing dengan banyak perguruan tinggi di Indonesia, termasuk UNBRAW, ITS, hingga UGM. “Tidak disangka kami satu-satunya mahasiswa Teknologi Pangan, namun berhasil menyabet Juara 1 dalam perlombaan yang diikuti mahasiswa Kimia murni,” kesan Jonathan.